Al Fami


Dia adalah Abu Muhammad Abdul Wahhab bin Muhammad bin Abdul Wahhab Al Farisi Al Fami Asy-Syirazi Asy-Syafi’i, seorang mufti dan guru sekolah An-Nizhamiyyah.
Dia tiba di Baghdad sebagai guru pada masa pemerintahan Nizham Al Mulk pada tahun 483 H. Kedatangannya ke Baghdad bersama Al Husain bin Muhammad Ath-Thabari. Keduanya mengajar sehari kemudian keduanya disingkirkan setelah satu tahun.
Abu Ali bin Sukkarah berkata, “Abdul Wahhab bin Muhammad Al Fami adalah salah seorang imam besar madzhab Syafi’i. Aku belajar banyak darinya. Aku mendengar dia berkata, “Aku menulis tujuh puluh buku. Aku juga menulis tafsir yang di dalamnya aku cantumkan seratus ribu bait.” Dia mengajarkan buku yang aneh hingga dia diprotes, diklaim sebagai pengikut Muktazilah dan akhirnya dia lari.
Ahmad bin Tsabit Ath-Tharqi berkata, “Aku mendengar orang-orang berkata bahwa Abdul Wahhab mengimlakkan mereka di Baghdad ajaran: “Melakukan shalat di atas bekas tempat shalat yang lain termaktub sebagai golongan orang-orang yang mulia” dia salah membacanya “seperti api di dalam kegelapan”. Mereka memberitahukan kesalahannya itu. Dia berkata, “Api di dalam kegelapan itu lebih terang.”
Ath-Thurqi berkata, “Temanku bertanya kepadanya, ‘Apakah kamu pernah mendengar Jami’ Abu Isa? Dia berkata, ‘Apa maksud dari Jami’? Dan siapa Abu Isa itu?’ Setelah itu aku mendengar dia memasukkannya ke dalam riwayatnya.”   
Ketika dia ingin mengajar di Masjid Al Qashr, aku berkata kepadanya, “Mengapa kamu tidak mendengar dari seorang hafizh?” Dia menjawab, “Hanya orang yang sedikit pengetahuannya lah yang melakukannya. Sedangkan aku, hafalanku cukup bagiku. Aku diuji membaca hadits. Aku melihatnya menghapus perawi dalam sebuah sanad dan menambahkan perawi yang lain. Dia menjadikan perawi satu menjadi dua. Aku dapat melihat cela / cacat dalam riwayat hadits. Di antara contohnya adalah: Al Hasan bin Sufyan, Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami, orang-orang memegang pendapat ini. Aku berkata, “Muhammad bin Minhal atau Umayyah bin Bistham telah dilupakan (dalam sanad).” Dia berkata, “Tulislah sebagaimana aslinya!” Contoh lain: Sahl bin Bahr mengabarkan kepada kami. Aku menanyakannya, kemudian dia salah mengucapkannya. Dia berkata, “Aku menafikannya.” Contoh lain: Sa’id bin Amru Al Asy’atsi. Dia menjadikan “waw ‘athaf” (artinya dan penerj.) sebelum Amru. Aku mengingatkannya tetapi dia menolak. Aku berkata, “Siapakah Al Asy’ats itu?” Dia menjawab, “Salah seorang di antaramu.” Contoh lain: Ruqa` bin Qais bin Ar-Rabi’. Aku berkata, “Seharusnya kata ‘an (dari; penerj.) menggantikan kata “ibnu” (putra dari; penerj.).” Contoh lain: Dalam hadits Humail bin Bashrah: Aku bertemu Abu Hurairah datang dari Thur. Dia berpendapat “Thud” (bukan Thur, -penerj). Dia kadang mengartikan Al Khisyf32 sebagai burung. Dia berpendapat fiman Allah, “Falya’mal ‘amalan shalihan” (Qs. Al Kahfi [18]: 110)  dibaca nashab karena kedudukannya sebagai hal.
Sebuah pendapat mengatakan bahwa dia dilahirkan pada tahun 414 Hijriyyah dan hidup selama 86 tahun.
----------------
siyar alam an-nubala
pustakaazzam.com

No comments:

Post a Comment