Shafwan bin Umayyah

Ibnu Khalaf Al Qurasyi Al Jumahi Al Makki.

Dia masuk Islam setelah pembebasan kota Makkah. Dia meriwayatkan beberapa hadits. Keislamannya baik dan ia menjadi amir di Kurdus. Ia juga ikut dalam perang Yarmuk.

Dia adalah tokoh bani Quraisy. Ayahnya dibunuh bersama Abu Jahal.

Dihyah Al Kalbi

Dia adalah putra Khalifah bin Farwah, Al Kalbi Al Qudha’i, sahabat Rasulullah SAW dan juga salah satu delegasi beliau yang ditugaskan membawa surat kepada penguasa Bashrah agar disampaikan kepada Hirqal.
Ibnu Sa’ad berkata, “Dihyah masuk Islam sebelum terjadi perang Badar, sehingga dia tidak sempat ikut perang Badar. Dia memiliki kemiripan dengan Jibril dan masih hidup hingga masa pemerintahan Mu’awiyyah.”

Jarir bin Abdullah

Dia adalah Ibnu Jabir, Abu Amir Al Bajali Al Qasari.

Dia seorang pemimpin yang cerdas dan tampan. Dia termasuk orang yang mulia dari golongan para sahabat.
Jarir pernah berjanji kepada Nabi SAW untuk selalu memberikan nasihat kepada setiap muslim.

Diriwayatkan dari Al Mughirah bin Syibil, dia berkata: Jarir berkata: Ketika hampir tiba di Madinah, aku menambatkan tungganganku, kemudian membuka tasku lalu mengenakan pakaianku, lantas masuk masjid —ketika itu Rasulullah SAW sedang berkhutbah—

Ka’ab bin Malik

Dia adalah Ibnu Abu Ka’ab Al Anshari Al Khazraji. Dia pernah ikut dalam perjanjian Aqabah dan perang Uhud.

Ka’ab adalah seorang penyair, sahabat Rasulullah SAW, dan salah satu dari tiga sahabat yang berkhianat kepada Rasulullah SAW. Namun kemudian dia bertobat kepada Allah.  

Ibnu Abu Hatim berkata, “Ka’ab adalah penduduk Shuffah, lalu dia mengalami kebutaan pada masa pemerintahan Mu’awiyah.”

Hassan bin Tsabit

Dia adalah Ibnu Al Mundzir, seorang penyair pada masa Rasulullah SAW dan sahabat.

Ibnu Sa’ad berkata, “Hasan hidup 60 tahun pada zaman jahiliyah dan 60 tahun pada zaman Islam.”

Ibnu Al Musayyib berkata: Suatu ketika Hassan berada dalam sebuah majelis yang di dalamnya ada Abu Hurairah. Hassan kemudian berkata, “Demi Allah wahai Abu Hurairah, apakah kamu pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Jawablah panggilanku, niscaya Allah akan memperkuatmu dengan malaikat Jibril?’.” Abu Hurairah menjawab, “Ya Allah, benar aku telah mendengarnya.”

Imran bin Hushain

Dia adalah Ibnu Abid, seorang imam teladan, sekaligus sahabat Rasulullah SAW, Abu Nujaid Al Khuza’i.

Dia pernah menjabat sebagai qadhi (hakim) di Bashrah dan diutus Umar ke Bashrah untuk mengajarkan agama kepada penduduknya. Al Hasan pernah bersumpah, “Orang terbaik yang pernah datang ke Bashrah untuk mereka adalah Imran bin Hushain.”

Usamah bin Zaid

Dia adalah kekasih dan maula Rasulullah SAW, serta putra maula Rasulullah SAW, Abu Zaid. 

Nabi SAW pernah menjadikannya sebagai pemimpin pasukan untuk menyerang Syam, meskipun dalam pasukan itu ada Umar dan para pembesar, dan dia hanya mau bergerak sampai Rasulullah SAW wafat. Setelah itu Abu Bakar mengirimnya untuk menyerang Balqa’.

Ar-Rahbi

Dia adalah seorang yang jenius, juga seorang ulama, pemimpin dalam ilmu medis, namanya adalah Radhi Ad-Din Yusuf bin Haidarah bin Hasan Ar-Rahbi Al Hakim.

Kedua orang tuanya adalah orang yang ahli dalam kedokteran dari penduduk Ar-Ruhbah, dia mempunyai anak yang bernama Yusuf di Al Jazirah Al Umariyah, dia tinggal di dua tempat yaitu Muddah dan Ar-Rahbah, kemudian mereka datang ke Damaskus pada tahun 555 H,

Ibnu Al Faridh

Dia adalah seorang penyair, Syarifuddin Umar bin Ali bin Mursyid Al Hamawi Al Mishri. 

Dia meninggal pada tahun 632 Hijriyah, pada usia 56 tahun.

Al Mundzir telah menceritakan, “Jika dalam qashidah tersebut tidak terdapat persatuan yang tidak ada penipuan, maka tidaklah ada di dunia ini kekufuran dan kesesatan,

As-Saif

Dia adalah seorang yang alim sekaligus pengarang, saifuddin Ali bin Abu Ali bin Muhammad bin Salim At- Taghlibi Al Amidi Al Hanbali As Syafi’i.

Dia hidup selama 50 tahun lebih.

Aku katakan, “Dia mengajar filsafat dan manthiq di Mesir pada masjid Azh-Zhafiri, dia juga mengajar di Qubbah Assyafi’i, dia mengarang beberapa buku, lalu banyak orang berdatangan kepadanya, dan menuduhnya sebagai keburukan, lalu mereka menulisnya dalam sebuah kabar mengenai hal tersebut.


Al qadhi Ibnu Khallikan berkata, “Mereka berencana membunuhnya, kemudian dia keluar secara sembunyi-sembunyi, dan tinggal di Hamah.

As-Saif meninggal pada tahun 631 Hijriyah, pada usianya yang ke-80 tahun.

Cucu Al jauzi berkata, “Tidak seorang pun pada masanya yang mendukung pendapatnya dalam masalah Ashlain (dua dasar) dan ilmu kalam, dia adalah orang yang berbelas kasih dan mudah menangis, dia tinggal di Hamah dan juga di Damaskus. Dan yang mengherankan dari cerita tentangnya adalah seekor kucing miliknya telah mati, lalu dia menguburnya di Hamah, ketika dia tinggal di damaskus, dia memindahkan tulang kucing tersebut ke kantong dan menguburnya di Qasyun.”

Cucu Al Jauzi berkata, “Seluruh keturunan Adil membencinya karena dia terkenal dengan pengetahuannya dalam mantiq, dan dia masuk pada Mu’adzom dan dia tidak bergerak (untuk menghormatinya), kemudian aku berkata, ‘Berdirilah untuk menghormatinya  sebagai penggantiku,’ lalu dia berkata, ‘Hatiku tidak dapat menerimanya’.”

Qadhi Taqiyuddin Sulaiman bin Hamzah bercerita tentang gurunya, yaitu Ibnu Abu Umar, Dia berkata, “Kita sering datang pada As-Saif, dan kami ragu, apakah dia melakukan shalat atau tidak? Lalu dia tidur, dan kami mengetahi bahwa pada kakinya terdapat tinta, dan tanda tersebut masih ada hingga dua hari, sehingga kami tahu bahwa dia tidak pernah berwudhu, kami memohon keselamatan dalam perkara agama.”

Guru kami Ibnu Taimiyah berkata, “Al Amidi telah merasa bingung dan tidak dapat berbuat apa-apa, hingga akhirnya dia bertanya pada dirinya sendiri dalam masalah tasalsul Al ilal (sebab-sebab yang bersambung), dan dia menyangka bahwa dia tidak mengetahui jawabannya dan mendasarkan adanya pencipta pada hal itu, dia tidak menetapkan dalam bukunya adanya pencipta, diciptakannya alam, keesaan Allah, kenabian, dan dasar-dasar yang fundamental besar.”

Aku katakan, “Ini menunjukkan kesempurnaan fikirannya, karena penetapan hal itu dengan nalar tidak akan berkembang, akan tetapi bisa berkembang dengan Al Qur’an dan As-Sunah, dan juga dengan apa yang menjadi tujuan Saif, dan pengetahuanya yang mencapai titik pincak, Dan orang-orang besar berdatangan pada majelisnya.”

Ibnu Khallikan berkata, “Aku mendengar Abdussalam berkata, ‘Aku tidak pernah mendengar orang mengajar yang lebih baik dari As-Saif, seakan-akan dia sedang berkhutbah, dan dia mengagungkanya’.”

sumber an-nubala

Mu’aiqib bin Abu Fatimah Ad-Daudsi

cara-global.blogspot.com - Dia berasal dari golongan Muhajirin dan termasuk pemimpin bani Abdusy- Syam. 

Abu Bakar mengangkatnya sebagai pejabat baitul mal.

Dia pernah hijrah ke Habasyah, dan ada yang mengatakan bahwa dia datang bersama Ja’far pada malam Khaibar, lalu dia diuji dengan penyakit kusta. 


Diriwayatkan dari Mahmud bin Labid, dia berkata, “Aku pernah diperlakukan kasar oleh Yahya bin Al Hakam, maka aku mendatanginya. Mereka lalu berkata kepadaku bahwa Abdullah bin Ja’far berkata kepada mereka bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada orang yang menderita penyakit kusta, ‘Hindari dirinya seperti halnya binatang buas. Jika dia masuk ke dalam sebuah lembah maka masukilah lembah yang lain’.

Setelah itu aku datang ke Madinah lalu menanyakan hal itu kepada Abdullah bin Ja’far, dan dia menjawab, ‘Demi Allah, mereka berbohong. Aku tidak pernah berbicara seperti itu kepada mereka. Aku sendiri pernah melihat Umar bin Khaththab diberi gelas yang berisi air lalu mereka minum secara bergantian, sementara di antara mereka ada yang terkena penyakit kusta seperti itu, lalu dia ikut minum darinya dan Umar juga meminumnya, lantas dia meletakkan mulutnya pada bekas mulut si penderita penyakit kusta tersebut hingga akhirnya dia minum darinya, dan aku tahu dia melakukannya supaya tidak tertular.” 

Umar kemudian mencarikan tabib untuknya, maka dia kemudian mendatangi setiap tabib yang didengarnya dapat mengobati penyakit tersebut, hingga dia didatangi oleh dua orang pria dari Yaman. Dia bertanya, ‘Apakah kalian berdua bisa mengobati penyakit pria shalih ini?’ Mereka berdua menjawab, ‘Untuk menyembuhkannya kami tidak mampu, tetapi kami akan mengobatinya dengan obat yang dapat menghambat perkembangan penyakit tersebut sehingga tidak menjadi lebih parah’. Umar berkata, ‘Ini pengobatan yang luar biasa’. Kedua pria itu bertanya lagi, ‘Apakah di tanah kalian ini tumbuh labu?’ Dia menjawab, ‘Ya’. Mereka berdua berkata, ‘Kumpulkan beberapa buah labu tersebut untuk kami!’ Umar kemudian menyuruh untuk mencari labu lalu dikumpulkan hingga mencapai dua onggokan penuh buah labu. 

Setelah itu kedua pria itu membelahnya menjadi dua bagian, lalu membaringkan Mu’aiqib, lantas kedua orang tersebut lantas memegang kaki Mu’aiqib, kemudian memijat bagian dalam telapak kakinya dengan labu, sampai ketika yang satu rusak mereka mengambil bagian yang lain. Ketika keduanya melihat Mu’aiqib telah mengeluarkan dahak berwarna hijau, mereka menghentikannya. Keduanya kemudian berkata kepada Umar, ‘Setelah ini penyakitnya tidak akan bertambah’. Selanjutnya dia berkata, ‘Demi Allah, setelah itu Mu’aiqib masih bisa bertahan, dan penyakitnya tidak bertambah parah sampai ajal menjemputnya’.”

Mu’aiqib hidup sampai masa Kekhalifahan Utsman. 

Dia bisa sembuh dari penyakit kusta dan pantangan makanannya boleh dimakan. Bahkan pada akhirnya dia hampir tidak merasakan bahwa dirinya sedang menderita penyakit kusta. Oleh karena itu, siapa pun yang menyerahkan segala urusannya kepada Allah —karena percaya kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya— pasti ditolong oleh Allah.

sumber an-nubala

Khuzaimah bin Tsabit

cara-global.blogspot.com - Dia adalah Ibnu Al Fakih, seorang ahli fikih, Abu Umarah Al Anshari Al Khathmi Al Madani, yang mempunyai dua kesaksian. Ada yang mengatakan bahwa dia turut dalam perang Badar. Namun yang benar, dia turut dalam perang Uhud dan perang sesudahnya.


Dia termasuk pemimpin pasukan Ali dan dia mati syahid bersamanya dalam perang Shiffin, tahun 37 Hijriyah. 

Dialah pembawa panji bani Khathmah saat perang Mut’ah.

Diriwayatkan dari Umarah bin Khuzaimah, dari ayahnya, dia berkata, “Aku pernah mengikuti perang Mut’ah dan bertarung dengan seseorang, lalu aku berhasil mengalahkannya. Sementara pelindung kepala yang dipakainya dihiasi dengan sebuah permata sejenis yaqut, dan satu-satunya keinginanku saat itu adalah mendapatkan yaqut tersebut, maka aku mengambilnya. Ketika kami berhasil mengalahkan musuh, aku kembali ke Madinah dengan membawa yaqut tersebut. Setelah itu aku datang menemui Nabi SAW dan memberikan yaqut itu kepada beliau, tetapi beliau justru memberikannya kepadaku. Aku lalu menjualnya pada masa Umar seharga 100 dinar.

Kharijah bin Zaid menceritakan dari Ayah, dia berkata, “Ketika kami menulis mushaf, aku kehilangan satu ayat yang pernah kudengar dari Rasulullah SAW, tetapi kemudian aku menemukannya pada Khuzaimah bin Tsabit. Ayat tersebut adalah:  ‘Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang mendapati apa yang ia janjikan kepada Allah’. (Qs. Al Ahzaab [33]: 23) Khuzaimah ketika itu terkenal dengan julukan Dzu Syahadatain, (pemilik dua kesaksian) karena Rasulullah SAW menyamakan kesaksiannya dengan kesaksian dua orang laki-laki.

Qatadah meriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Ketika Al Hayyan membanggakan golongan Anshar, Aus berkata, ‘Pria dari golongan kami yang dimandikan oleh malaikat adalah Handzalah bin Rahib, pria dari golongan kami yang sempat menggetarkan Arsy adalah Sa’ad, pria dari golongan kami yang dijaga oleh lebah adalah Ashim bin Abu Aqlah, dan pria dari golongan kami yang kesaksiannya sama dengan kesaksian dua orang pria adalah Khuzaimah bin Tsabit.”

sumber an-nubala