Ruqayyah binti Rasulullah SAW


Ibunya bernama Khadijah.
Ibnu Said berkata, “Utbah bin Abu Lahab menikahi Ruqayyah sebelum kenabian.” 
Yang benar adalah sebelum hijrah.

Ketika firman Allah SWT  “Celakalah wahai tangan Abu Lahab dan celakah”  turun, ayahnya berkata, “Kita putus hubungan jika kamu tidak menceraikan putrinya.” Abu Lahab kemudian menceraikannya sebelum digauli.

Ketika dia dan saudara-saudaranya masuk Islam, Utsman menikahinya. 
Ibnu Sa’ad berkata, “Utbah pernah hijrah dengan Ruqayyah ke Habasyah sebanyak dua kali secara bersama-sama.”

Dia melahirkan Abdullah dari hasil pernikahannya dengan Utsman, dan dengan nama itu dia diberi gelar. Ketika Abdullah berumur 6 tahun dia dicucuk oleh ayam jago pada bagian wajahnya hingga memar, dan akhirnya meninggal. 

Ruqayyah kemudian hijrah ke Madinah setelah Utsman, lalu sakit di dekat Badar. Setelah itu Nabi SAW menyuruh Utsman untuk menyusulnya, tetapi dia telanjur meninggal di sana, dan pada saat itu orang-orang Islam ada di Badar.

Ruqayyah binti Rasulullah SAW


Ibunya bernama Khadijah.
Ibnu Said berkata, “Utbah bin Abu Lahab menikahi Ruqayyah sebelum kenabian.” 
Yang benar adalah sebelum hijrah.

Ketika firman Allah SWT  “Celakalah wahai tangan Abu Lahab dan celakah”  turun, ayahnya berkata, “Kita putus hubungan jika kamu tidak menceraikan putrinya.” Abu Lahab kemudian menceraikannya sebelum digauli.

Ketika dia dan saudara-saudaranya masuk Islam, Utsman menikahinya. 
Ibnu Sa’ad berkata, “Utbah pernah hijrah dengan Ruqayyah ke Habasyah sebanyak dua kali secara bersama-sama.”

Dia melahirkan Abdullah dari hasil pernikahannya dengan Utsman, dan dengan nama itu dia diberi gelar. Ketika Abdullah berumur 6 tahun dia dicucuk oleh ayam jago pada bagian wajahnya hingga memar, dan akhirnya meninggal. 

Ruqayyah kemudian hijrah ke Madinah setelah Utsman, lalu sakit di dekat Badar. Setelah itu Nabi SAW menyuruh Utsman untuk menyusulnya, tetapi dia telanjur meninggal di sana, dan pada saat itu orang-orang Islam ada di Badar.

Zainab binti Rasulullah SAW


Dia adalah pemimpin muhajirat yang paling mulia.
Pada waktu ibunya masih hidup, Zainab dinikahi oleh keponakannya sendiri, Abu Al Abbas, lalu dia dikaruniai seorang putra bernama Umamah yang menikah dengan Ali bin Abu Thalib setelah Fatimah. Dia juga melahirkan seorang putra bernama Ali bin Abu Al Ash, yang disebut-sebut bahwa Rasulullah SAW pernah memboncengnya di belakang tunggangannya pada waktu penaklukkan kota Makkah. 
Aku mengira dia wafat saat masih belia.

Zainab masuk Islam dan hijrah 6 tahun sebelum suaminya masuk Islam.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa suatu ketika Rasulullah SAW mengirim pasukan dan aku termasuk di antara mereka. Ketika itu beliau bersabda, “Jika kalian bertemu dengan Habbar bin Aswad dan Nafi’ bin Abdul Umar maka bakarlah mereka berdua.” Itu karena keduanya pernah menjangkitkan penyakit sopak pada Zainab binti Rasulullah SAW ketika dia sedang keluar, hingga akhirnya dia sakit dan meninggal.

Beliau kemudian bersabda, “Jika kalian bertemu mereka berdua maka bunuhlah mereka, karena tidak seorang pun boleh menyiksa dengan adzab Allah (yakni dengan cara membakar).”

Diriwayatkan dari Yazid bin Ruman, dia berkata, “Ketika Rasulullah SAW mengerjakan shalat Subuh berjamaah dengan para sahabat, saat sedang berdiri dalam shalat, Zainab berkata, ‘Aku telah menganiaya Abu Al Abbas bin Ar-Rabi’. Setelah salam, Nabi SAW bersabda, ‘Aku tidak tahu hal ini, bahwa dia telah menganiaya orang yang paling lemah’.”

Asy-Sya’bi berkata, “Zainab masuk Islam, lalu hijrah, kemudian suaminya masuk Islam setelah itu dan keduanya tidak dipisahkan.”

Qatadah berkata, “Kemudian turun firman Allah SWT “Baraa`atun”, yaitu jika seorang wanita masuk Islam sebelum suaminya, maka dengan sendirinya dia tercerai darinya, kecuali dipinang sekali lagi.”
Zainab meninggal pada awal tahun 8 Hijriyah.

Diriwayatkan dari Ummu Athiyyah, dia berkata, “Ketika Zainab binti Rasulullah SAW meninggal, beliau bersabda, “Mandikan dia dengan basuhan ganjil, tiga atau lima, lalu masukkan ke dalam bilasan terakhir wangi-wangian seperti kapur barus atau sejenisnya. Jika kalian memandikannya maka beritahukanlah aku.” Ketika mereka telah memandikannya, beliau memberikan sarung beliau kepada kami lalu berkata, “Pakaikan ini kepadanya!”

Zainab binti Rasulullah SAW


Dia adalah pemimpin muhajirat yang paling mulia.
Pada waktu ibunya masih hidup, Zainab dinikahi oleh keponakannya sendiri, Abu Al Abbas, lalu dia dikaruniai seorang putra bernama Umamah yang menikah dengan Ali bin Abu Thalib setelah Fatimah. Dia juga melahirkan seorang putra bernama Ali bin Abu Al Ash, yang disebut-sebut bahwa Rasulullah SAW pernah memboncengnya di belakang tunggangannya pada waktu penaklukkan kota Makkah. 
Aku mengira dia wafat saat masih belia.

Zainab masuk Islam dan hijrah 6 tahun sebelum suaminya masuk Islam.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa suatu ketika Rasulullah SAW mengirim pasukan dan aku termasuk di antara mereka. Ketika itu beliau bersabda, “Jika kalian bertemu dengan Habbar bin Aswad dan Nafi’ bin Abdul Umar maka bakarlah mereka berdua.” Itu karena keduanya pernah menjangkitkan penyakit sopak pada Zainab binti Rasulullah SAW ketika dia sedang keluar, hingga akhirnya dia sakit dan meninggal.

Beliau kemudian bersabda, “Jika kalian bertemu mereka berdua maka bunuhlah mereka, karena tidak seorang pun boleh menyiksa dengan adzab Allah (yakni dengan cara membakar).”

Diriwayatkan dari Yazid bin Ruman, dia berkata, “Ketika Rasulullah SAW mengerjakan shalat Subuh berjamaah dengan para sahabat, saat sedang berdiri dalam shalat, Zainab berkata, ‘Aku telah menganiaya Abu Al Abbas bin Ar-Rabi’. Setelah salam, Nabi SAW bersabda, ‘Aku tidak tahu hal ini, bahwa dia telah menganiaya orang yang paling lemah’.”

Asy-Sya’bi berkata, “Zainab masuk Islam, lalu hijrah, kemudian suaminya masuk Islam setelah itu dan keduanya tidak dipisahkan.”

Qatadah berkata, “Kemudian turun firman Allah SWT “Baraa`atun”, yaitu jika seorang wanita masuk Islam sebelum suaminya, maka dengan sendirinya dia tercerai darinya, kecuali dipinang sekali lagi.”
Zainab meninggal pada awal tahun 8 Hijriyah.

Diriwayatkan dari Ummu Athiyyah, dia berkata, “Ketika Zainab binti Rasulullah SAW meninggal, beliau bersabda, “Mandikan dia dengan basuhan ganjil, tiga atau lima, lalu masukkan ke dalam bilasan terakhir wangi-wangian seperti kapur barus atau sejenisnya. Jika kalian memandikannya maka beritahukanlah aku.” Ketika mereka telah memandikannya, beliau memberikan sarung beliau kepada kami lalu berkata, “Pakaikan ini kepadanya!”

Maimunah Ummul Mukminin


Dia adalah putri Al Harits bin Khazan Al Hilaliyah, istri Nabi SAW, saudara Ummul Fadhal, istri Abbas dan bibi Khalid bin Al Walid serta bibi Ibnu Abbas.

Dia menikah pertama kali dengan Mas’ud bin Amr Ats-Tsaqafi sebelum masuk Islam, kemudian mereka bercerai. Setelah itu dia menikah lagi dengan Abu Ruhum bin Abdul Uzza, namun kemudian suaminya meninggal. Selanjutnya dia menikah dengan Nabi SAW setelah selesai melakukan umrah pada bulan Dzul Qa’dah tahun 7 Hijriyyah.

Dia juga termasuk salah seorang tokoh wanita yang meriwayatkan banyak hadits. 
Mujahid berkata, “Namanya adalah Barrah, lalu Rasulullah SAW menggantinya dengan panggilan Maimunah.”
Diriwayatkan dari Yazid bin Al Asham, bahwa Maimunah pernah mencukur rambutnya pada waktu ihram, kemudian dia wafat. Setelah itu diketahui bahwa rambutnya sangat hitam (tindakan Maimunah mencukur habis rambutnya karena dia belum mengetahui ritual mencukur bagi kaum wanita, yang semestinya cukup dengan memangkas beberapa bagian rambut).

Khalifah berkata, “Dia wafat tahun 51 Hijriyah.”

Maimunah Ummul Mukminin


Dia adalah putri Al Harits bin Khazan Al Hilaliyah, istri Nabi SAW, saudara Ummul Fadhal, istri Abbas dan bibi Khalid bin Al Walid serta bibi Ibnu Abbas.

Dia menikah pertama kali dengan Mas’ud bin Amr Ats-Tsaqafi sebelum masuk Islam, kemudian mereka bercerai. Setelah itu dia menikah lagi dengan Abu Ruhum bin Abdul Uzza, namun kemudian suaminya meninggal. Selanjutnya dia menikah dengan Nabi SAW setelah selesai melakukan umrah pada bulan Dzul Qa’dah tahun 7 Hijriyyah.

Dia juga termasuk salah seorang tokoh wanita yang meriwayatkan banyak hadits. 
Mujahid berkata, “Namanya adalah Barrah, lalu Rasulullah SAW menggantinya dengan panggilan Maimunah.”
Diriwayatkan dari Yazid bin Al Asham, bahwa Maimunah pernah mencukur rambutnya pada waktu ihram, kemudian dia wafat. Setelah itu diketahui bahwa rambutnya sangat hitam (tindakan Maimunah mencukur habis rambutnya karena dia belum mengetahui ritual mencukur bagi kaum wanita, yang semestinya cukup dengan memangkas beberapa bagian rambut).

Khalifah berkata, “Dia wafat tahun 51 Hijriyah.”

Shafiyyah Ummul Mukminin


Dia adalah putri Huyaiy bin Akhtab bin Sa’yah, cucu Al-Lawi bin Nabiyullah Israil bin Ishak bin Ibrahim. Kemudian dari keturunan Harun AS.

Sebelum masuk Islam, dia dinikahi oleh Salam bin Abu Al Huqaiq, kemudian menikah lagi dengan Kinanah bin Abu Al Huqaiq, yang keduanya termasuk penyair Yahudi. Kinanah terbunuh dalam perang Khaibar, sehingga Shafiyyah menjadi tawanan dan dia dibagikan kepada Dihyat Al Kalbi. Setelah itu ada yang berkata kepada Nabi, “Sesungguhnya Shafiyyah tidak pantas kecuali diberikan kepadamu.” Beliau lalu mengambilnya dari Dihyah dan menggantinya dengan tujuh Arus. Setelah Shafiyyah suci, Nabi SAW menikahinya dan menjadikan status kemerdekaannya sebagai mahar.

Dia orang yang mulia, pandai, berkedudukan, cantik, dan taat beragama. 
Abu Umar bin Abdul Barr berkata, “Kami meriwayatkan bahwa suatu ketika seorang budak perempuan milik Shafiyyah mendatangi Umar bin Khaththab dan berkata, “Sesungguhnya Shafiyyah menyenangi hari Sabtu dan berkomunikasi dengan orang Yahudi.” Mendengar itu, Umar mengirim seorang utusan untuk menemuinya untuk menanyakan perihal dirinya. Dia menjawab, “Tentang hari Sabtu, aku tidak menyenanginya lagi sejak Allah menggantikannya dengan hari Jum’at kepadaku. Sedangkan tentang orang-orang Yahudi, karena aku mempunyai seorang kerabat di sana.” Hafshah kemudian bertanya kepada budak perempuan itu, “Apa yang mendorongmu berbuat seperti itu?” Dia menjawab, “Syetan.” Hafshah berkata, “Pergilah! Kamu telah merdeka.”

Hafshah meninggal tahun 50 Hijriyah. Dia dikenal sebagai sosok yang lembut dan teguh. Jenazahnya kemudian dikuburkan di Baqi’.

Shafiyyah Ummul Mukminin


Dia adalah putri Huyaiy bin Akhtab bin Sa’yah, cucu Al-Lawi bin Nabiyullah Israil bin Ishak bin Ibrahim. Kemudian dari keturunan Harun AS.

Sebelum masuk Islam, dia dinikahi oleh Salam bin Abu Al Huqaiq, kemudian menikah lagi dengan Kinanah bin Abu Al Huqaiq, yang keduanya termasuk penyair Yahudi. Kinanah terbunuh dalam perang Khaibar, sehingga Shafiyyah menjadi tawanan dan dia dibagikan kepada Dihyat Al Kalbi. Setelah itu ada yang berkata kepada Nabi, “Sesungguhnya Shafiyyah tidak pantas kecuali diberikan kepadamu.” Beliau lalu mengambilnya dari Dihyah dan menggantinya dengan tujuh Arus. Setelah Shafiyyah suci, Nabi SAW menikahinya dan menjadikan status kemerdekaannya sebagai mahar.

Dia orang yang mulia, pandai, berkedudukan, cantik, dan taat beragama. 
Abu Umar bin Abdul Barr berkata, “Kami meriwayatkan bahwa suatu ketika seorang budak perempuan milik Shafiyyah mendatangi Umar bin Khaththab dan berkata, “Sesungguhnya Shafiyyah menyenangi hari Sabtu dan berkomunikasi dengan orang Yahudi.” Mendengar itu, Umar mengirim seorang utusan untuk menemuinya untuk menanyakan perihal dirinya. Dia menjawab, “Tentang hari Sabtu, aku tidak menyenanginya lagi sejak Allah menggantikannya dengan hari Jum’at kepadaku. Sedangkan tentang orang-orang Yahudi, karena aku mempunyai seorang kerabat di sana.” Hafshah kemudian bertanya kepada budak perempuan itu, “Apa yang mendorongmu berbuat seperti itu?” Dia menjawab, “Syetan.” Hafshah berkata, “Pergilah! Kamu telah merdeka.”

Hafshah meninggal tahun 50 Hijriyah. Dia dikenal sebagai sosok yang lembut dan teguh. Jenazahnya kemudian dikuburkan di Baqi’.

Hafshah Ummul Mukminin


 Dia adalah As-Sitru Ar-Rafi’, putri Amirul Mukminin Abu Hafash Umar bin Khaththab.
Nabi SAW menikahinya setelah habis masa iddah-nya dari Khunais bin Khudzafah As-Sahmi, salah seorang sahabat Muhajirin, pada tahun 3 Hijriyah. Diriwayatkan bahwa dia lahir lima tahun sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi nabi. Oleh karena itu, Nabi menggaulinya ketika dia berusia sekitar 20 tahun. Ketika dia menjanda, ayahnya menawarkannya kepada Abu Bakar, tetapi dia tidak menanggapi tawaran itu. Kemudian ditawarkan kepada Utsman, tetapi Utsman menjawab, “Aku tidak berniat untuk menikah pada saat ini.” Umar merasa tidak enak kepada mereka berdua dan berputus asa. Setelah itu dia melaporkan keadaan ini kepada Nabi SAW. Nabi SAW lalu bersabda, “Bagaimana jika Hafshah dinikahi oleh orang yang lebih baik dari Utsman dan agar Utsman menikah dengan orang yang lebih baik dari Hafshah?”

Selanjutnya Nabi SAW meminangnya dan Umar pun menikahkannya dengan Hafshah. 
Tak lama kemudian Nabi SAW menikahkan Utsman dengan putrinya setelah saudaranya wafat. Ketika Umar telah menikahkan Hafshah, Abu Bakar menemuinya seraya berkata, “Jangan marah kepadaku, karena Rasulullah SAW pernah menyebut nama Hafshah tetapi aku tidak ingin membuka rahasianya. Seandainya beliau tidak menikahinya, tentu aku akan menikahinya.”

Diriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah menjatuhkan thalak satu kepada Hafshah, kemudian beliau kembali kepada Hafshah atas perintah Jibril, seraya berkata, “Hafshah adalah orang yang selalu puasa dan bangun malam, dan dia akan menjadi istrimu di surga.” Sanad hadits ini baik (shalih).

Hafshah dan Aisyah adalah orang yang pernah memprotes Nabi SAW, hingga turun firman Allah, 

“Jika kalian berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kalian berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.” (Qs. At-Tahriim [66]: 4) 
Hafshah meninggal tahun 41 Hijriyah.

Hafshah Ummul Mukminin


 Dia adalah As-Sitru Ar-Rafi’, putri Amirul Mukminin Abu Hafash Umar bin Khaththab.
Nabi SAW menikahinya setelah habis masa iddah-nya dari Khunais bin Khudzafah As-Sahmi, salah seorang sahabat Muhajirin, pada tahun 3 Hijriyah. Diriwayatkan bahwa dia lahir lima tahun sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi nabi. Oleh karena itu, Nabi menggaulinya ketika dia berusia sekitar 20 tahun. Ketika dia menjanda, ayahnya menawarkannya kepada Abu Bakar, tetapi dia tidak menanggapi tawaran itu. Kemudian ditawarkan kepada Utsman, tetapi Utsman menjawab, “Aku tidak berniat untuk menikah pada saat ini.” Umar merasa tidak enak kepada mereka berdua dan berputus asa. Setelah itu dia melaporkan keadaan ini kepada Nabi SAW. Nabi SAW lalu bersabda, “Bagaimana jika Hafshah dinikahi oleh orang yang lebih baik dari Utsman dan agar Utsman menikah dengan orang yang lebih baik dari Hafshah?”

Selanjutnya Nabi SAW meminangnya dan Umar pun menikahkannya dengan Hafshah. 
Tak lama kemudian Nabi SAW menikahkan Utsman dengan putrinya setelah saudaranya wafat. Ketika Umar telah menikahkan Hafshah, Abu Bakar menemuinya seraya berkata, “Jangan marah kepadaku, karena Rasulullah SAW pernah menyebut nama Hafshah tetapi aku tidak ingin membuka rahasianya. Seandainya beliau tidak menikahinya, tentu aku akan menikahinya.”

Diriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah menjatuhkan thalak satu kepada Hafshah, kemudian beliau kembali kepada Hafshah atas perintah Jibril, seraya berkata, “Hafshah adalah orang yang selalu puasa dan bangun malam, dan dia akan menjadi istrimu di surga.” Sanad hadits ini baik (shalih).

Hafshah dan Aisyah adalah orang yang pernah memprotes Nabi SAW, hingga turun firman Allah, 

“Jika kalian berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kalian berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.” (Qs. At-Tahriim [66]: 4) 
Hafshah meninggal tahun 41 Hijriyah.

Ummu Aiman


Dia adalah wanita Habasyah (Ethopia), budak Nabi SAW yang diwarisinya dari ayahnya, kemudian memerdekakannya pada saat dia menikah dengan Khadijah. Ummu Aiman termasuk orang yang pertama kali hijrah.

Nama asli Ummu Aiman adalah Barkah. Dia menikah dengan Ubaid bin Al Haris Al Khazraji, yang kemudian dikaruniai seorang putra bernama Aiman. Aiman pernah hijrah dan jihad, hingga dia mati syahid dalam perang Hunain. Kemudian Ummu Aiman menikah dengan Zaid bin Al Harits beberapa malam ketika Muhammad diangkat menjadi nabi, lalu dia dikaruniai seorang putra bernama Usamah bin Zaid. 

Diriwayatkan dari Anas, bahwa Ummu Aiman menangis ketika Nabi SAW wafat. Anas lalu bertanya kepadanya, “Mengapa kamu menangis?” Dia menjawab, “Demi Allah, aku tahu beliau akan wafat, tetapi aku menangis karena wahyu dari langit akan terputus untuk kita.”

Diriwayatkan dari Thariq, dia berkata: Ketika Umar dibunuh, Ummu Aiman menangis seraya berkata, “Hari ini Islam melemah.” Ketika Nabi SAW meninggal, dia juga menangis.
Al Waqidi berkata, “Dia meninggal pada masa Khalifah Utsman.”

Ummu Aiman


Dia adalah wanita Habasyah (Ethopia), budak Nabi SAW yang diwarisinya dari ayahnya, kemudian memerdekakannya pada saat dia menikah dengan Khadijah. Ummu Aiman termasuk orang yang pertama kali hijrah.

Nama asli Ummu Aiman adalah Barkah. Dia menikah dengan Ubaid bin Al Haris Al Khazraji, yang kemudian dikaruniai seorang putra bernama Aiman. Aiman pernah hijrah dan jihad, hingga dia mati syahid dalam perang Hunain. Kemudian Ummu Aiman menikah dengan Zaid bin Al Harits beberapa malam ketika Muhammad diangkat menjadi nabi, lalu dia dikaruniai seorang putra bernama Usamah bin Zaid. 

Diriwayatkan dari Anas, bahwa Ummu Aiman menangis ketika Nabi SAW wafat. Anas lalu bertanya kepadanya, “Mengapa kamu menangis?” Dia menjawab, “Demi Allah, aku tahu beliau akan wafat, tetapi aku menangis karena wahyu dari langit akan terputus untuk kita.”

Diriwayatkan dari Thariq, dia berkata: Ketika Umar dibunuh, Ummu Aiman menangis seraya berkata, “Hari ini Islam melemah.” Ketika Nabi SAW meninggal, dia juga menangis.
Al Waqidi berkata, “Dia meninggal pada masa Khalifah Utsman.”

Ummu Habibah Ummul Mukminin


Dia adalah Ramlah binti Abu Sufyan, sosok wanita yang terpelihara.
Dia adalah keponakan Rasulullah dan tidak ada di antara istri-istri beliau yang lebih dekat garis keturunannya dengan beliau dan lebih banyak sedekahnya daripada Ummu Habibah.

Rasulullah SAW melamarnya ketika dia sedang berada di Habasyah dan ketika itu Raja Habasyah yang membayar mahar untuk beliau sebanyak empat ratus dinar serta mempersiapkan segala sesuatu untuknya.
Dia pernah pergi ke Damaskus untuk mengunjungi saudaranya.

Ada yang mengatakan bahwa kuburannya di Damaskus. Tetapi ini tidak benar, karena kuburannya ada di Madinah. Kuburan yang ada di pintu kecil (Bab Ash-Shaghir) adalah kuburan Ummu Salamah Asma` binti Yazid Al Anshariyah.

Ibnu Sa’ad berkata, “Abu Sufyan mempunyai anak bernama Handzalah, yang terbunuh dalam perang Badar, yang merupakan suami Ummu Habibah yang meninggal tatkala hijrah bersamanya ke Habasyah, yaitu Ubaidullah bin Jahasy bin Riyab Al Asadi yang murtad dan masuk agama Nasrani.

Ummu Habibah memiliki kemuliaan dan keagungan, apalagi pada masa pemerintahan saudaranya, karena kedudukannya yang tinggi di sisinya. Ada juga yang mengatakan bahwa dia adalah bibinya orang-orang beriman.

Ummu Habibah meninggal dunia pada tahun 44 Hijriyah.

Ummu Habibah Ummul Mukminin


Dia adalah Ramlah binti Abu Sufyan, sosok wanita yang terpelihara.
Dia adalah keponakan Rasulullah dan tidak ada di antara istri-istri beliau yang lebih dekat garis keturunannya dengan beliau dan lebih banyak sedekahnya daripada Ummu Habibah.

Rasulullah SAW melamarnya ketika dia sedang berada di Habasyah dan ketika itu Raja Habasyah yang membayar mahar untuk beliau sebanyak empat ratus dinar serta mempersiapkan segala sesuatu untuknya.
Dia pernah pergi ke Damaskus untuk mengunjungi saudaranya.

Ada yang mengatakan bahwa kuburannya di Damaskus. Tetapi ini tidak benar, karena kuburannya ada di Madinah. Kuburan yang ada di pintu kecil (Bab Ash-Shaghir) adalah kuburan Ummu Salamah Asma` binti Yazid Al Anshariyah.

Ibnu Sa’ad berkata, “Abu Sufyan mempunyai anak bernama Handzalah, yang terbunuh dalam perang Badar, yang merupakan suami Ummu Habibah yang meninggal tatkala hijrah bersamanya ke Habasyah, yaitu Ubaidullah bin Jahasy bin Riyab Al Asadi yang murtad dan masuk agama Nasrani.

Ummu Habibah memiliki kemuliaan dan keagungan, apalagi pada masa pemerintahan saudaranya, karena kedudukannya yang tinggi di sisinya. Ada juga yang mengatakan bahwa dia adalah bibinya orang-orang beriman.

Ummu Habibah meninggal dunia pada tahun 44 Hijriyah.

Zainab (Binti Khuzaimah) Ummul Mukminin1


Dia adalah putri Khuzaimah bin Al Harits bin Abdullah Al Hilaliyyah.
Dia juga dipanggil dengan Ummul Masakin karena banyaknya sedekah yang dia berikan.
Suaminya, Abdullah bin Jahsy, terbunuh dalam perang Uhud, lalu Nabi SAW menikahinya, tetapi beliau tidak tinggal bersamanya kecuali dua bulan atau lebih sedikit, hingga dia meninggal dunia.

Zainab (Binti Khuzaimah) Ummul Mukminin1


Dia adalah putri Khuzaimah bin Al Harits bin Abdullah Al Hilaliyyah.
Dia juga dipanggil dengan Ummul Masakin karena banyaknya sedekah yang dia berikan.
Suaminya, Abdullah bin Jahsy, terbunuh dalam perang Uhud, lalu Nabi SAW menikahinya, tetapi beliau tidak tinggal bersamanya kecuali dua bulan atau lebih sedikit, hingga dia meninggal dunia.

Zainab (Binti Jahsyin) Ummul Mukminin


Dia adalah putri Jahsyin bin Rabab dan keponakan Rasulullah SAW.
Dia termasuk wanita pertama yang ikut hijrah ke Madinah.
Sebelumnya dia menjadi istri Zaid, budak Nabi SAW, dan dialah wanita yang disebut Allah SWT dalam firman-Nya, “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya,‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah’, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allahlah yang lebih berhak untuk kamu takuti’. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (Qs. Al Ahzaab [33]: 37)

Setelah itu Allah menikahkannya dengan Nabi-Nya melalui pernyataan nash Al Qur`an, tanpa wali dan saksi. Itu sempat menjadi hal yang dibanggakan dirinya di hadapan Ummahatul Mukminin lainnya, dia berkata, “Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian, tetapi aku dinikahkan oleh Allah dari atas Arsy-Nya.”
Dia termasuk wanita mulia, taat beragama, wara’, dermawan, dan baik.
Dia meninggal pada tahun 20 Hijriyah dan jenazahnya dishalati oleh Umar.

Dialah orang yang dikatakan oleh Nabi, “Yang paling cepat datang kepadaku di antara kalian adalah yang paling panjang tangannya.”
Maksud Rasulullah SAW dengan ungkapan “yang paling panjang tangannya” adalah yang paling banyak berbuat baik.

Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Zainab binti Jahsy memiliki kedudukan yang sama denganku di sisi Rasulullah SAW. Aku tidak pernah melihat seorang wanita yang lebih baik dalam agama melebihi Zainab, paling bertakwa kepada Allah, paing jujur, suka menyambung silaturrahim, dan paling besar sedekahnya.”

Diriwayatkan dari Atha, bahwa dia mendengar Ubaid bin Umair berkata: Aku mendengar Aisyah mengira Nabi SAW sempat tinggal di tempat Zainab binti Jahsy dan meminum madu di sana. Aisyah kemudian berkata, “Aku kemudian bermusyawarah dengan Hafshah, bahwa siapa pun di antara kami berdua yang didatangi beliau, maka dia harus berkata, ‘Aku mendapati getah pohon padamu! Apakah kamu makan getah pohon?’ Tak lama kemudian Rasulullah SAW menemui salah satu dari mereka, lalu dia mengatakan hal itu kepada beliau. Rasulullah SAW kemudian bersabda, ‘Tetapi aku minum madu di rumah Zainab dan aku tidak akan mengulanginya lagi’. Lalu turunlah firman Allah,
  
‘Wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu; dan adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan itu (semua pembicaraan antara Hafshah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka Tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan itu, Hafshah lalu bertanya, ‘Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?’ Nabi menjawab, ‘Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal yang memberitahukan hal itu kepadaku’. Jika kamu bertobat kepada Allah maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua saling membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang beriman yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.” (Qs. At-Tahriim [66]: 1-4)

Ibnu Abdul Barr berkata, “Anak-anak perempuan Jahsy adalah Zainab, Hamnah, dan Ummu Habibah, semuanya sudah mencapai usiah haid.”
Zainab adalah seorang pengrajin, penyamak, dan penjahit. 

Ada yang mengatakan bahwa Nabi SAW menikah dengan Zainab pada bulan Dzulqa’dah tahun 5 Hijriyah. Pada saat itu Zainab berusia 25 tahun. Dia seorang wanita shalihah, banyak berpuasa, bangun malam, dan baik. Dia dijuluki Ummul Masakin (ibunya orang-orang miskin).

Diriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Zaid, “Bawalah dia kepadaku!” Aku pun pergi, lalu berkata kepada Zainab, “Wahai Zainab, ketahuilah bahwa Rasulullah SAW mengutusku agar membawamu menemui beliau.” Zainab berkata, “Aku tidak akan melakukan sesuatu hingga mendapatkan perintah dari Tuhanku.” Dia lalu berdiri menuju masjidnya, lantas turunlah Al Qur`an tentangnya. Setelah itu Rasulullah menemuinya tanpa meminta izin.

Zainab (Binti Jahsyin) Ummul Mukminin


Dia adalah putri Jahsyin bin Rabab dan keponakan Rasulullah SAW.
Dia termasuk wanita pertama yang ikut hijrah ke Madinah.
Sebelumnya dia menjadi istri Zaid, budak Nabi SAW, dan dialah wanita yang disebut Allah SWT dalam firman-Nya, “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya,‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah’, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allahlah yang lebih berhak untuk kamu takuti’. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (Qs. Al Ahzaab [33]: 37)

Setelah itu Allah menikahkannya dengan Nabi-Nya melalui pernyataan nash Al Qur`an, tanpa wali dan saksi. Itu sempat menjadi hal yang dibanggakan dirinya di hadapan Ummahatul Mukminin lainnya, dia berkata, “Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian, tetapi aku dinikahkan oleh Allah dari atas Arsy-Nya.”
Dia termasuk wanita mulia, taat beragama, wara’, dermawan, dan baik.
Dia meninggal pada tahun 20 Hijriyah dan jenazahnya dishalati oleh Umar.

Dialah orang yang dikatakan oleh Nabi, “Yang paling cepat datang kepadaku di antara kalian adalah yang paling panjang tangannya.”
Maksud Rasulullah SAW dengan ungkapan “yang paling panjang tangannya” adalah yang paling banyak berbuat baik.

Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Zainab binti Jahsy memiliki kedudukan yang sama denganku di sisi Rasulullah SAW. Aku tidak pernah melihat seorang wanita yang lebih baik dalam agama melebihi Zainab, paling bertakwa kepada Allah, paing jujur, suka menyambung silaturrahim, dan paling besar sedekahnya.”

Diriwayatkan dari Atha, bahwa dia mendengar Ubaid bin Umair berkata: Aku mendengar Aisyah mengira Nabi SAW sempat tinggal di tempat Zainab binti Jahsy dan meminum madu di sana. Aisyah kemudian berkata, “Aku kemudian bermusyawarah dengan Hafshah, bahwa siapa pun di antara kami berdua yang didatangi beliau, maka dia harus berkata, ‘Aku mendapati getah pohon padamu! Apakah kamu makan getah pohon?’ Tak lama kemudian Rasulullah SAW menemui salah satu dari mereka, lalu dia mengatakan hal itu kepada beliau. Rasulullah SAW kemudian bersabda, ‘Tetapi aku minum madu di rumah Zainab dan aku tidak akan mengulanginya lagi’. Lalu turunlah firman Allah,
  
‘Wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu; dan adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan itu (semua pembicaraan antara Hafshah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka Tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan itu, Hafshah lalu bertanya, ‘Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?’ Nabi menjawab, ‘Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal yang memberitahukan hal itu kepadaku’. Jika kamu bertobat kepada Allah maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua saling membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang beriman yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.” (Qs. At-Tahriim [66]: 1-4)

Ibnu Abdul Barr berkata, “Anak-anak perempuan Jahsy adalah Zainab, Hamnah, dan Ummu Habibah, semuanya sudah mencapai usiah haid.”
Zainab adalah seorang pengrajin, penyamak, dan penjahit. 

Ada yang mengatakan bahwa Nabi SAW menikah dengan Zainab pada bulan Dzulqa’dah tahun 5 Hijriyah. Pada saat itu Zainab berusia 25 tahun. Dia seorang wanita shalihah, banyak berpuasa, bangun malam, dan baik. Dia dijuluki Ummul Masakin (ibunya orang-orang miskin).

Diriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Zaid, “Bawalah dia kepadaku!” Aku pun pergi, lalu berkata kepada Zainab, “Wahai Zainab, ketahuilah bahwa Rasulullah SAW mengutusku agar membawamu menemui beliau.” Zainab berkata, “Aku tidak akan melakukan sesuatu hingga mendapatkan perintah dari Tuhanku.” Dia lalu berdiri menuju masjidnya, lantas turunlah Al Qur`an tentangnya. Setelah itu Rasulullah menemuinya tanpa meminta izin.

Ummu Salamah Ummul Mukminin


Beliau adalah seorang pemimpin wanita yang terlindungi, suci.
Dia adalah Hindun binti Abu Umayyah Al Makhzumiyah. 
Dia keponakan Khalid bin Al Walid, Saifullah, dan keponakan Abu Jahal bin Hisyam.
Dia termasuk wanita yang hijrah pertama kali. Sebelum menjadi istri Nabi dia menjadi istri saudara sesusuan beliau, yaitu Abu Salamah bin Abdul Asad Al Makhzumi, seorang pria shalih.
Nabi SAW menikahinya pada tahun 4 Hijriyah dan dia termasuk wanita yang paling cantik serta paling mulia nasabnya.

Dia istri Nabi SAW yang terakhir kali meninggal. Dia diberi umur panjang dan mengetahui pembunuhan Husain Asy-Syahid, sehingga membuatnya pingsan karena sangat bersedih. Tidak berselang lama setelah peristiwa itu, dia meninggal dunia.

Dia memiliki anak dan para sahabat, yaitu Umar, Salamah, Zainab. 
Dia juga memiliki sejumlah hadits.
Dia berusia kurang lebih 90 tahun.
Ayahnya adalah seorang penunggang kuda terbaik dan seorang dermawan yang bernama Hudzaifah.
Ada yang menamakan Ummu Salamah dengan Ramlah, yaitu Ummu Habibah.
Dia juga termasuk salah seorang shahabiyat136 yang fakih.

Diriwayatkan dari Ziyad bin Abu Maryam, dia berkata: Ummu Salamah berkata kepada Abu Salamah, “Aku mendapat berita bahwa wanita yang memiliki suami yang dijamin masuk surga, kemudian dia tidak menikah lagi, maka Allah akan mengumpulkan mereka kembali di surga. Oleh karena itu, aku memintamu berjanji agar tidak menikah lagi sesudahku dan aku tidak menikah lagi sesudahmu.” Abu Salamah menjawab, “Apakah kamu akan menaatiku?” Ummu Salamah berkata, “Ya.” Abu Salamah berkata, “Jika aku mati maka menikahlah. Ya Allah, berilah Ummu Salamah orang yang lebih baik dariku, yang tidak membuatnya sedih dan tidak menganiayanya.”

Setelah Abu Salamah meninggal, Ummu Salamah berkata, “Siapa yang lebih baik dari Abu Salamah? Aku menunggu.” Tiba-tiba Rasulullah SAW muncul sambil berdiri di depan pintu lalu menyatakan pinangannya kepada dirinya. Ummu Salamah menjawab, “Aku ingin mendatangi sendiri Rasulullah atau mendatangi beliau bersama keluargaku.” Keesokan harinya Rasulullah SAW melamarnya.

Diriwayatkan dari Tsabit, bahwa Ibnu Umar bin Abu Salamah menceritakan kepadaku dari ayahnya, bahwa ketika masa iddah137 Ummu Salamah habis, dia dilamar oleh Abu Bakar, tetapi dia menolak, kemudian dilamar Umar, namun dia menolak. Setelah itu Rasulullah SAW mengutus seseorang untuk melamarnya, dan dia berkata, “Selamat datang. Katakan kepada Rasulullah SAW aku adalah seorang yang pencemburu dan aku mempunyai anak kecil. Aku juga tidak mempunyai wali yang menyaksikan.”

Setelah itu Rasulullah SAW mengirim seorang utusan kepadanya untuk menyampaikan jawaban mengenai perkataannya, “Mengenai perkataanmu bahwakamu mempunyai anak kecil, maka Allah akan mencukupi anakmu. Mengenai perkataanmu bahwa kamu seorang pencemburu, maka aku akan berdoa kepada Allah agar menghilangkan kecemburuanmu. Sedangkan para wali, tidak ada seorang pun di antara mereka kecuali akan ridha kepadaku.” 

Ummu Salamah kemudian berkata, “Wahai Umar, berdirilah dan nikahkan Rasulullah denganku.”
Rasulullah SAW bersabda, “Sedangkan aku tidak akan mengurangi apa yang aku berikan kepada si fulanah.”

Nabi SAW menikahinya tepat pada awal bulan Syawal tahun 4 Hijriyah.
Diriwayatkan dari Muththalib bin Abdullah bin Hanthab, dia berkata, “Ada seorang janda Arab menghadap pemimpin kaum muslim pada awal Isya sebagai seorang pengantin, lalu dia berdiri pada akhir malam untuk membuat adonan.” Maksudnya adalah Ummu Salamah.

Diriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata: Ketika Abu Salamh meninggal dunia, aku mendatangi Nabi SAW dan berkata, ‘Apa yang harus aku katakan?” Beliau bersabda, “Katakan, ‘Ya Allah, ampunilah kami dan dia dan gantilah untukku seorang pengganti yang baik’.” Aku lalu membacanya, lantas Allah menggantikannya dengan Muhammad SAW.

Diriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda kepada istri-istrinya, “Jika kamu senang menjadi istriku di surga maka janganlah menikah sesudahku, karena wanita yang akan menjadi istri seseorang di surga adalah yang menjadi istri terakhirnya di dunia.”

Oleh karena itu itu, Nabi SAW mengharamkan istri-istrinya untuk menikah sepeninggal beliau, karena mereka akan menjadi istri-istri beliau di surga.
Ummu Salamah meninggal pada tahun 61 Hijriyah.

Ummu Salamah Ummul Mukminin


Beliau adalah seorang pemimpin wanita yang terlindungi, suci.
Dia adalah Hindun binti Abu Umayyah Al Makhzumiyah. 
Dia keponakan Khalid bin Al Walid, Saifullah, dan keponakan Abu Jahal bin Hisyam.
Dia termasuk wanita yang hijrah pertama kali. Sebelum menjadi istri Nabi dia menjadi istri saudara sesusuan beliau, yaitu Abu Salamah bin Abdul Asad Al Makhzumi, seorang pria shalih.
Nabi SAW menikahinya pada tahun 4 Hijriyah dan dia termasuk wanita yang paling cantik serta paling mulia nasabnya.

Dia istri Nabi SAW yang terakhir kali meninggal. Dia diberi umur panjang dan mengetahui pembunuhan Husain Asy-Syahid, sehingga membuatnya pingsan karena sangat bersedih. Tidak berselang lama setelah peristiwa itu, dia meninggal dunia.

Dia memiliki anak dan para sahabat, yaitu Umar, Salamah, Zainab. 
Dia juga memiliki sejumlah hadits.
Dia berusia kurang lebih 90 tahun.
Ayahnya adalah seorang penunggang kuda terbaik dan seorang dermawan yang bernama Hudzaifah.
Ada yang menamakan Ummu Salamah dengan Ramlah, yaitu Ummu Habibah.
Dia juga termasuk salah seorang shahabiyat136 yang fakih.

Diriwayatkan dari Ziyad bin Abu Maryam, dia berkata: Ummu Salamah berkata kepada Abu Salamah, “Aku mendapat berita bahwa wanita yang memiliki suami yang dijamin masuk surga, kemudian dia tidak menikah lagi, maka Allah akan mengumpulkan mereka kembali di surga. Oleh karena itu, aku memintamu berjanji agar tidak menikah lagi sesudahku dan aku tidak menikah lagi sesudahmu.” Abu Salamah menjawab, “Apakah kamu akan menaatiku?” Ummu Salamah berkata, “Ya.” Abu Salamah berkata, “Jika aku mati maka menikahlah. Ya Allah, berilah Ummu Salamah orang yang lebih baik dariku, yang tidak membuatnya sedih dan tidak menganiayanya.”

Setelah Abu Salamah meninggal, Ummu Salamah berkata, “Siapa yang lebih baik dari Abu Salamah? Aku menunggu.” Tiba-tiba Rasulullah SAW muncul sambil berdiri di depan pintu lalu menyatakan pinangannya kepada dirinya. Ummu Salamah menjawab, “Aku ingin mendatangi sendiri Rasulullah atau mendatangi beliau bersama keluargaku.” Keesokan harinya Rasulullah SAW melamarnya.

Diriwayatkan dari Tsabit, bahwa Ibnu Umar bin Abu Salamah menceritakan kepadaku dari ayahnya, bahwa ketika masa iddah137 Ummu Salamah habis, dia dilamar oleh Abu Bakar, tetapi dia menolak, kemudian dilamar Umar, namun dia menolak. Setelah itu Rasulullah SAW mengutus seseorang untuk melamarnya, dan dia berkata, “Selamat datang. Katakan kepada Rasulullah SAW aku adalah seorang yang pencemburu dan aku mempunyai anak kecil. Aku juga tidak mempunyai wali yang menyaksikan.”

Setelah itu Rasulullah SAW mengirim seorang utusan kepadanya untuk menyampaikan jawaban mengenai perkataannya, “Mengenai perkataanmu bahwakamu mempunyai anak kecil, maka Allah akan mencukupi anakmu. Mengenai perkataanmu bahwa kamu seorang pencemburu, maka aku akan berdoa kepada Allah agar menghilangkan kecemburuanmu. Sedangkan para wali, tidak ada seorang pun di antara mereka kecuali akan ridha kepadaku.” 

Ummu Salamah kemudian berkata, “Wahai Umar, berdirilah dan nikahkan Rasulullah denganku.”
Rasulullah SAW bersabda, “Sedangkan aku tidak akan mengurangi apa yang aku berikan kepada si fulanah.”

Nabi SAW menikahinya tepat pada awal bulan Syawal tahun 4 Hijriyah.
Diriwayatkan dari Muththalib bin Abdullah bin Hanthab, dia berkata, “Ada seorang janda Arab menghadap pemimpin kaum muslim pada awal Isya sebagai seorang pengantin, lalu dia berdiri pada akhir malam untuk membuat adonan.” Maksudnya adalah Ummu Salamah.

Diriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata: Ketika Abu Salamh meninggal dunia, aku mendatangi Nabi SAW dan berkata, ‘Apa yang harus aku katakan?” Beliau bersabda, “Katakan, ‘Ya Allah, ampunilah kami dan dia dan gantilah untukku seorang pengganti yang baik’.” Aku lalu membacanya, lantas Allah menggantikannya dengan Muhammad SAW.

Diriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda kepada istri-istrinya, “Jika kamu senang menjadi istriku di surga maka janganlah menikah sesudahku, karena wanita yang akan menjadi istri seseorang di surga adalah yang menjadi istri terakhirnya di dunia.”

Oleh karena itu itu, Nabi SAW mengharamkan istri-istrinya untuk menikah sepeninggal beliau, karena mereka akan menjadi istri-istri beliau di surga.
Ummu Salamah meninggal pada tahun 61 Hijriyah.