Syaddad bin Aus

Dia adalah putra Tsabit, Abu Ya’la dan Abu Abdurrahman Al Anshari An-Najari Al Khazraji. 

Syaddad adalah keponakan Hassan bin Tsabit, seorang penyair zaman Rasulullah SAW. Dia termasuk tokoh sekaligus ulama dari kalangan sahabat, yang pernah singgah di Baitul Maqdis.

Sa’id bin Abdul Aziz berkata, “Syaddad mempunyai dua kelebihan dari orang-orang Anshar, yaitu apabila berbicara maka perkataannya mudah dipahami, dan mampu menahan amarah.”


Dia termasuk sahabat yang dikenal sebagai ahli ibadah dan ijtihad.

Syaddad bin Aus tinggal di Palestina.

Dia wafat tahun 58 Hijriyah, dalam usia 79 tahun. 

Al Mufadhdhal Al Ghallabi berkata, “Sahabat Anshar yang dikenal zuhud ada tiga, yaitu Abu Ad-Darda`, Umair bin Sa’id, dan Syaddad bin Aus.”

Sallam bin Miskin berkata: Qatadah menceritakan kepada kami, bahwa Syaddad bin Aus pernah berpidato, “Wahai sekalian manusia, dunia hanya persinggahan sementara, di dalamnya orang baik dan buruk sama-sama makan, sedangkan akhirat adalah persinggahan terakhir, di dalamnya Allah menegakkan hukum. Ketahuilah, segala macam bentuk kebaikan akan masuk surga dan segala macam bentuk keburukan akan masuk neraka.”


sumber: an-nubala

Abu Qatadah Al Anshari As-Sulami

Dia dikenal sebagai ksatria berkuda Rasulullah SAW, yang turut dalam perang Uhud dan perjanjian Hudaibiyah. 

Dia bernama asli Al Harits bin Rib’i, Ali Ash-Shahih. Iyas bin Salamah bin Al Akwa’ meriwayatkan dari ayahnya, dari Nabi SAW, beliau bersabda, 

“Pasukan berkuda kami yang terbaik adalah Abu Qatadah, sedangkan pasukan pejalan kaki kami yang terbaik adalah Salamah bin Al Akwa’.”


Diriwayatkan Abu Qatadah, dia berkata, “Kami pernah keluar bersama Rasulullah SAW saat perang Hunain. Ketika kami bertemu musuh, aku melihat seorang pria menghadang pasukan Islam, lalu aku berbalik lantas menyerangnya dari belakang. Aku kemudian memukulnya dengan satu hantaman hingga merobek baju besinya. Setelah itu dia berbalik kepadaku lalu merangkulku dengan rangkulan kematian, kemudian dia melepaskan rangkulannya lantas meregang nyawa.

Selanjutnya dia berkata: Nabi SAW kemudian bersabda, “Barangsiapa bisa membunuh musuh dan dia mempunyai bukti (saksi), maka harta korban yang dibunuhnya itu menjadi miliknya.” Setelah itu aku berdiri lalu berkata, “Siapakah yang menyaksikanku?” Aku lantas menceritakan peristiwa tersebut kepada beliau. Tak lama kemudian seorang pria menjawab, “Dia benar ya Rasulullah, aku telah menyaksikannya dan harta rampasan korban itu ada padaku, maka berikanlah kepadanya!” Abu Bakar kemudian berkata, “Tidak, demi Allah, dia tidak pernah berniat menjadi salah satu singa Allah yang berperang membela Allah serta rasul-Nya, sehingga harta rampasan itu tidak layak diberikan kepadanya.” Namun Nabi SAW bersabda, “Dia benar.” Beliau kemudian memberikan harta rampasan itu kepadaku, lalu aku menjual baju besi, lantas menggunakan uangnya untuk membeli kebun bani Salamah. Itulah harta pertama yang aku peroleh dari Islam.
Ikrimah bin Amar berkata, Abdullah bin Ubaid bin Umair menceritakan kepadaku, bahwa Umar pernah mengutus Abu Qatadah, lalu dia membunuh Raja Persia dengan tangannya. Raja itu memakai ikat pinggang senilai lima belas ribu. Umar pun memberikan ikat pinggang itu kepadanya.

Dia wafat tahun 54 Hijriyah.

Diriwayatkan dari Abu Qatadah, dia berkata, “Kami pernah berangkat bersama Rasulullah SAW dalam beberapa perjalanan, tiba-tiba beliau terlambat menaiki tunggangan beliau, sehingga aku mendorongnya dengan tanganku hingga bangkit. Setelah itu Nabi SAW bersabda, ‘Ya Allah, jagalah Abu Qatadah sebagaimana dia menjagaku’. Sejak malam ini kami melihat bahwa kami telah banyak membuat dirimu susah.”

sumber: an-nubala

Tamim Ad-Dari

Dia merupakan sahabat Rasulullah SAW, Abu Raqayyah, Tamim bin Aus bin Kharijah Al-Lakhmi Al Falisthini. 

Tamim Ad-Dari diutus sebagai delegasi pada tahun 9 Hijriyah, lalu masuk Islam. Setelah itu Nabi SAW bercerita tentang dirinya di atas mimbar dengan cerita yang menarik berkaitan dengan Dajjal.

Selain Tamim Ad-Dari meriwayatkan banyak hadits, dia juga seorang ahli ibadah dan banyak membaca Al Qur`an. 

Ibnu Said berkata, “Dia masih tinggal di Madinah sampai terbunuhnya Utsman, kemudian dia pindah ke Syam.”

Diriwayatkan dari Abu Al Muhallab, dia berkata, “Tamim Ad-Dari mengkhatamkan Al Qur`an saat berumur 7 tahun.”

Diriwayatkan dari Masruq, dia berkata, “Seorang pria Makkah pernah berkata kepadaku, ‘Ini adalah makam saudaramu Tamim Ad-Dari, dia shalat malam sampai datang waktu Subuh, lalu membaca beberapa ayat berulang-ulang, lantas menangis. Dia membaca firman Allah SWT,
   
“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (Qs. Al Jaatsiyah [45]: 21)

Diriwayatkan dari Al Munkadir bin Muhammad, dari ayahnya, dia berkata, “Tamim Ad-Dari pernah tidur pada malam hari hingga tidak sempat melaksanakan shalat Tahajud, maka dia tidak tidur malam selama satu tahun sebagai balasan atas perbuatannya tersebut.”

Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Tamim Ad-Dari pernah membeli sebuah serban seharga 1000 dirham, kemudian dia keluar lalu shalat.” 

Diriwayatkan dari Humaid bin Abdurrahman, bahwa Tamim Ad-Dari pernah meminta izin kepada Umar untuk menyampaikan cerita beberapa tahun lamanya, tetapi Umar tidak membolehkannya. Ketika sudah seringnya dia meminta, Umar berkata, ‘Apa yang kamu akan katakan?’ Dia menjawab, ‘Aku ingin mengajarkan Al Qur`an kepada mereka, memerintahkan mereka kepada kebaikan, dan mencegah mereka dari kejelekan’. Mendengar itu, Umar berkata, ‘Itulah keberuntungan’. Umar kemudian berkata, ‘Nasihatilah diriku sebelum aku keluar shalat Jum’at’. Tamim Ad-Dari pun memberikan nasihat kepadanya. Ketika Utsman meminta tambahan nasihat, dia menambahinya pada hari lain.”

Ada yang mengatakan bahwa telah ditemukan di atas permukaan kuburan Tamim Ad-Dari bahwa dia wafat tahun 40 Hijriyah. 

sumber: an-nubala

Ar-Rasyid

Dia adalah penguasa yang bergelar Ar-Rasyid Abdu Al Wahid bin Al Makmun Idris Al Mukmini.
Dia menjadi raja yang kokoh, kemudian dia berkhutbah dengan tema Al mahdi Al Makshum Ibnu Tumarta, dengan khutbah itu hati orang-orang Muwahhidin menjadi suka kepadanya,
dia memimpin selama 10 tahun. Dia meninggal karena tenggelam di Shahraij yaitu kebun miliknya di Marrakusy, mereka menyembunyikan mayatnaya selama sebulan kemudian menyerahkanya pada saudaranya As-Said Ali bin Idris.
Ar-Rasyid tenggelam pada tahun 640 Hijriyyah.