Khawarizm Syah


Ia adalah seorang raja dan penguasa yang agung, Jalaluddin Mankuburi, anak dari raja yang agung pula yaitu Alauddin Muhammad anak raja Khawarizm Syah Takusy.

Ketika ia memegang kekuasaan di negerinya, banyak bangsa yang mendekatinya, ia pun mengalami kejadian-kejadian yang menakjubkan, ketika bangsa Tatar menyerang negeri Alma di balik An-Nahriyyah maka Alauddin segera menghadapinya dan ia mempersiapkan pasukan untuk dipimpin oleh Jalaluddin –anaknya- sebanyak 15 ribu orang, maka terjadilah pertempuran sengit, dalam pertempuran tersebut Jalaluddin dan ayahnya berpencar. Jalaluddin dapat mengalahkan pasukan lawan yang dihadapinya, sedangkan ayahnya masih menghadapi musuhnya dalam kesulitan, sampai ia mati secara mistrius pada tahun 617 H, di sebuah pulau di tepi laut.

Aku katakan, “Tentara Khawarizm Syah direkrut dari rakyat jelata, maka watak mereka jahat, kejam dan kuat.”

Al Muwaffaq berkata, “Perbuatan zina telah menyebar di negeri tersebut, liwath pun dilakukan baik oleh orang tua maupun muda, berkhianat merupakan watak mereka, membuat kecurangan tanpa merasa bersalah, mereka berkhianat, membunuh dan menyandera.”

Aku katakan, “Perumpamaan mereka dalam merampas dan membunuh, serta melakukan segala kekejian seperti kumpulan orang-orang lapar, jumlah pasukan dan kendaraan perang mereka sedikit. Jalaluddin suatu ketika menghadapi bangsa Tatar, ia berhasil mengalahkannya dan berhasil pula membunuh panglimanya Ibnu Jengkhis Khan. Ia pun berhasil mengeluarkan penyusup, kemudian pasukan Jalaluddin beranjak ke Ghaznah dalam kondisi lemah akibat pertempuran tersebut, ia bersama empat ribu pasukan dalam kondisi yang sangat lemah, lalu beralih ke Kirman untuk memperkuat kekuasaannya, Jalaluddin melanjutkan perjalanannya ke Syairaz, sementara pasukannya mengendarai kerbau, keledai dan berjalan kaki, ia disegani bangsa Tatar, kalau bukan jasa Jalaluddin, maka dunia sudah digilas oleh bangsa Tatar.”

Suatu ketika utusan Muhyiddin bin Jauzi mendatangi Jalaluddin, ia mendapati Jalaluddin tengah membaca Al Quran degan menangis, kemudian ia meminta maaf atas apa yang telah dilakukan oleh para tentaranya, dan penyerangannya kepada India, Kirman, dan sebuah daerah di Irak.

Jalaluddin meneruskan ekspansinya menuju Adzerbeijan, kemudian menguasai sebagian daerahnya, lalu menuju kepada Atabik Uzbek untuk mengusir ia dari negerinya. 

Jalaluddin dinikahkan oleh anak raja Tughrul, setelah menikah ia menyerang Karj,229 membantai mereka dan mengambil kerajaannya, maka dengan demikian semakin kuatlah kerajaannya, dan semakin banyak pula pengikutnya, pada akhir-akhir kekuasaannya, ia semakin melemah setelah dikalahkan oleh Asyraf Musa dan bangsa Romawi di Armenia, bangsa Tatar pun semakin menghimpitnya pada watu malam, ia berhasil menyelamatkan diri bersama sekitar seratus pasukan berkuda, kemudian ia terpisah dari pasukannya, kurang lebih lima belas orang dari pasukan Tatar mencarinya, Jalaluddin masih bisa melawan, bahkan membunuh dua orang dari mereka, kemudian ia melarikan diri ke atas gunung, lalu di sana ia ditolong oleh orang-orang Kurdi dan menyewa pemimpin mereka, mereka akhirnya mengetahui bahwa Jalaluddin adalah seorang raja, Jalaluddin menjanjikan banyak kebaikan bagi yang membantunya, maka gembiralah orang Kurdi tersebut, ia pun pergi untuk mencari kuda untuknya, hal itu diketahui oleh sepupunya seraya bertanya kepadanya, “Mengapa engkau mau menolong orang Khawarizmi ini?” ia menjawab, “Diam kau, yang kutolong ini adalah seorang raja,” sepupunya pun berkata kepadanya, “Aku akan membunuhnya, raja yang kau tolong itu telah membunuh saudaraku.” Maka peperangan di antara mereka tak dapat terelakkan lagi, Jalaluddin pun terbunuh seketika itu juga pada tahun 628 Hijriyyah.

Al Muwaffaq


Ia adalah Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdul Lathif seorang anak ahli fikih yaitu Yusuf bin Muhammad Al Maushili, Al Baghdadi Asy-Syafi’i, seorang pendatang di Halab, seorang syaikh, Al Imam, ulama fikih, nahwu, bahasa, seorang dokter, ia mempunyai jiwa seni, dahu ia dikenal dengan julukan Ibnu AlLabad.
Ia dilahirkan di Baghdad pada tahun 557 H.

Al Muwaffaq berkata, “Aku belajar dari banyak orang, aku juga telah hafal kitab Al Maqamat, dan Al Fashih serta Diwan Al Mutanabbi, juga beberapa kitab ringkasan fikih dan ringkasan nahwu, aku juga telah hafal kitab Adab Al Katib, dan Musykil Al Qur`an karya Ibnu Qutaibah, kitab AlLuma’ juga telah aku hafalkan, kemudian aku menelaah kitab Al Idhah dan aku telah menghafal syarahnya, lalu aku juga telah hafal kitab At-Takmilah hanya dalam beberapa hari, setiap harinya aku menghafal satu buku catatan, di sela-sela daripada itu aku juga tidak lalai untuk belajar hadits dan fikih kepada Ibnu Fadhlan.”

Al Muwaffaq berwasiat, “Seyogianya kalian mempelajari  sirah pada masa awal munculnya Islam, maka pelajarilah sirah nabawiyyah, kalian ikuti perbuatan-perbuatan beliau, kalian ikuti jejaknya, selanjutnya kalian menyerupai beliau sebisa mungkin, karena barangsiapa yang tidak pernah bersusah payah dalam mencari ilmu, maka ia tidak akan merasakan lezatnya ilmu tersebut, barangsiapa yang tidak bekerja keras, ia tidak akan sukses, jika engkau kebetulan sedang tidak dalam keadaan menuntut ilmu maka gerakkanlah lidahmu untuk berdzikir, terlebih khusus ketika sedang tidur, jika engkau bergembira karena dunia, maka ingatlah akan mati, dan kefanaannya. Jika engkau tertimpa suatu masalah, maka kembalikanlah (kepada Allah SWT) jika engkau sedang lengah maka beristighfarlah, ketahuilah bahwa agama merupakan cahaya dan pelita yang menuntun para pengikutnya dan menunjukinya, wahai penghidup hati yang mati dengan keimanan, selamatkanlah kami dari hawa nafsu yang menghancurkan, bersihkan kami dari kotornya dunia menuju ikhlas kepada-Mu.” Karya-karya Al Muwaffaq sangat banyak.
Al Muwaffaq wafat di Baghdad pada tahun 629 H.

Yaqut

Dia adalah satu-satunya sastrawan pada masanya, namanya adalah Syihabuddin Ar-Rumi, seorang budak Askar Al himawi, seorang ahli nahwu dan khabar, serta seorang sejarawan.

Majikannya melepaskannya tanpa tebusan, ia seorang yang sangat cerdas, Yaqut bepergian ke Kaisy, dari hasil penelitiannya ia mengetahui banyak hal, ia banyak berbicara tentang para sahabat tetapi malah diremehkan oleh orang lain, kemudian ia melarikan diri ke Halb, berlanjut ke Irbil Dan Khurasan, ia berdagang di Marwa Dan Khuwarizm, kondisinya semakin sulit ketika bangsa Tatar muncul, tetapi ia dapat melarikan diri dari bangsa tersebut, maka ia sampai di Halb tanpa memiliki apapun, ia sangat merasa kesulitan di sana.

Kitab-kitab yang ditulisnya adalah Al Udaba‘, Mu’jam Al Buldan, Al Ansab, dan lain sebagainya. 
Ia adalah seorang penyair yang handal dalam mengarang sebuah syair, ia bersyair tentang Khurasan:

“Tempat hunian (bumi) yang diberikan Allah (kepada kita) memiliki taman yang terbentang, jurang dalam yang indah dan tidak indah, burung-burung yang berkicau, pohon-pohon yang melambai-lambai, sungai-sungai yang meratap, bunga-bunga yang ceria, angin sepoi-sepoi, maka sangat cocok dengan daerah yang dihuni oleh para manusia, anak-anak kecil laksana pria-pria sejati, para pemudanya laksana para ksatria, para orang tua mereka merupakan prang-orang yang terhormat, maka raja akan menjadi hina jika meninggalkan kerajaannya tersebut.”

Yaqut pun berkata, “Wahai nafsu sesungguhnya hawa adalah milikmu (bukan milikku), jika tidak demikian maka engkau berada dalam kehancuran,

Sampai perkataannya, “Aku melintasi pedang-pedang yang terhunus, dan tentara yang dibelenggu, dan darah yang tertumpahkan, kalaulah bukan karena ajal maka aku akan menambah lebih dari satu juta tahun lagi untuk hidup.” 

Yaqut wafat pada 626 H, usianya lebih dari lima puluh tahun, ia mewakafkan kitab-kitabnya di Baghdad kepada majelis Az-Zabidi, karya-karyanya sarat akan ilmu Balaghah, dan merupakan lautan ilmu, Ibnu Khallikan memuat biografi dan keutamaannya dengan secara terperinci. 

Azh-Zhahir Biamrillah


Azh-Zhahir Biamrillah


Dia adalah khalifah Abu Nashr Muhammad bin An-Nashir Lidinillah Al Hasyimi Al Abbasi Al Baghdadi.
Dilahirkan pada tahun 571 H.

Dia dibai’at menjadi khalifah ketika ia masih remaja, namun setelah itu ayahnya mencopot kekhalifahannya untuk digantikan dengan saudaranya yang bernama Ali, kekhalifahan yang dipegang oleh Ali terus berlangsung hingga ia wafat pada tahun ke-18 ia memegang kekhalifahan, maka ayahnya meminta Azh-Zhahir untuk kembali memegang kekhalifahan, maka ia memegang kekuasaan setelah An-Nashir tetapi kekuasaan yang dipimpinnya tidak berlangsung lama, ia dibacakan kitab Musnad Ahmad dengan persetujuan dari ayahnya.

Ibnu Al Atsir berkata, “Ketika Azh-Zhahir memerintah, maka keadilan dan kebaikan tersebar di mana-mana, ia kembali menjalankan tradisi yang telah terdapat pada masa dua Umar (Umar bin Khaththab dan Umar bin Abdul Aziz), jika ada yang mengatakan bahwa Azh-Zhahir memimpin kekhalifahan persis seperti yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz, maka benarlah perkataan tersebut, ia mengembalikan harta dan kekuasaan yang telah terampas dalam jumlah yang sangat banyak, membebaskan seluruh pajak bea cukai, ia memerintahkan kembali pajak-pajak yang telah lama tidak dipungut di seantero Irak, dan ia pun menonaktifkan apa-apa yang telah diperbaharui oleh ayahnya, dan hal itu sangat banyak hingga tidak dapat terhitung, Azh-Zhahir kembali dari Wasith untuk mengembalikan 100.000 Dirham kepada pemiliknya yang pernah diambil secara lalim, kemudian menebus kepada hakim sebesar 10.000 Dinar agar hakim membebaskan para tahanan, lalu ia berkata, “Aku memegang kekhalifahan ini sudah semakin tua, maka biarkanlah aku berbuat kebaikan, berapa lama lagi kah aku hidup di dunia? aku telah berinfaq dan bersedekah pada maktu malam hari tanggal 10 Dzulhijjah sebesar 100.000 Dinar, dan sebaik-baiknya pemimpin/khalifah adalah pemimpin yang tinduk dan khusyuk untuk rabbnya dan bersikap adil kepada rakyatnya, semakin bertambah waktu maka bertambah pula kebaikannya, dan semangat untuk melakukan kebaikan.”

Diriwayatkan bahwa cucu Al Jauzi pada suatu hari masuk ke khazinah (tempat penyimpanan), maka pegawai khazinah berkata kepadanya, “Semakin hari tempat penyimpananmu semakin penuh.” Ia menjawab, “Khazinah bukanlah digunakan untuk memenuhi simpanan, tetapi justru untuk dikosongkan dan dinafkahkan hartanya di jalan Allah, sesungguhnya mengumpulkan sesuatu adalah kerjaan para pedagang.”

Pada tahun 623 Hijriyyah terjadi gempa di Maushil dan Syahrizur (suatu daerah di Kurdistan), gempa terjadi berulang-ulang sebanyak lebih dari tiga puluh hari, dan menghancurkan desa-desa yang ada di sana, terjadi gerhana bulan sebanyak dua kali dalam setahun, Maushil juga dilanda hawa dingin yang sangat sehingga membasmi hewan-hewan ternak di sana.

Di bulan Rajab pada tahun yang sama Amirul Mukminin Azh-Zhahir wafat, kekhalifahannya hanya dalam kurun waktu sembilan bulan setengah, ia wafat pada usia 52 tahun, kemudian rakyat membai’at anaknya Al Mustanshir billah Abu Ja’far.