An-Nashir Lidinillah


Ia adalah Khalifah Anu Al Abbas Ahmad bin Al Mustadhi‘ Al Hasyimi Al Abbasi Al Baghdadi.

Dilahirkan pada tahun 553 H.

Belum pernah satu orang pun yang memegang kekhilafahan sepanjang An-Nashir Lidinillah, tetapi khalifah dari Mesir yang bernama Al Mustanshir Al Ubaidi memerintah selama 60 tahun, dan khalifah Andalusia An-Nashir Al Marwani memerintah selama 50 tahun.

Abdul Lathif berkata, “An-Nashir adalah seorang pemuda yang masih belia, yang masih suka berada di jalan dan pasar pada malam hari, orang-orang sangat takut jika bertemu dengannya, ia menganut paham Rafidhiyah disebabkan anak sahabatnya, kemudian ia keluar dari Rafidhiyah ketika anak tersebut wafat, dan ia pun kembali kepada As-Sunnah.”

Sempat beberapa saat menghilang, lalu ketika muncul, ia menjadi pemuda yang luhur, dermawan, dan memiliki jiwa kepemimpinan.


An-Nashir pandai membuat tipu muslihat dan kelicikan yang tidak dapat dielakkan oleh seorangpun. Dia dapat menyusup dan mendamaikan dua raja yang sedang bermusuhan, sebaliknya, ia juga pandai menyusup dan mengadu domba di antara raja yang bersekutu. 

Abdul Lathif melanjutkan perkataannya, “An-Nashir membuat hati setiap orang bergetar dan takut, hingga ia pun menakut-nakuti penduduk India dan Mesir, dengan begitu, ia telah menghidupkan kharisma kekhilafahannya, aku pernah singgah ke Mesir dan Syam untuk menghadiri pertemuan tertutup antara raja-raja dan para pembesar, jika tersebut nama An-Nashir, mereka merendahkan suara mereka untuk menghormati An-Nashir.”

Al Qadhi Ibnu Washil berkata, “An-Nashir adalah seorang yang gagah perkasa dan pemberani, ia mempunyai akal yang cemerlang dan pikiran yang tenang serta tipu daya  muslihat, ia mempunyai wibawa yang sangat tinggi, ia mempunyai informan yang tersebar di Irak dan seluruh pelosok negeri, mengabarkan kepadanya segala perkembangan keadaan dengan terperinci.”

Al Qadhi melanjutkan perkataannya, “An-Nashir mempunyai perangai yang buruk di masyarakat, ia lebih cenderung bertindak lalim dan bengis, ia sempat pula menyerbu dan menyerang Irak, memecah belah penduduknya, dan merampas kerajaan mereka, seringkali melakukan perbuatan yang kontradiktif, ia pun berpihak kepada oposisi para pendahulunya. Telah sampai kepadaku suatu riwayat, bahwa ada seseorang yang melihat kekhalifahan Yazid, tadinya An-Nashir minta lelaki itu untuk menghadapnya dan dihukumnya, An-Nashir pun berkata, ‘Bagaimana pendapatmu tentang kekhalifahan Yazid?’ ia menjawab,’Seseorang tidak akan diasingkan olehnya jika berbuat kefasikan,’ kemudian ia berpaling dari An-Nashir, An-Nashir pun memerintahkan agar ia dibebaskan.”

Dikatakan bahwa Ibnu Al Jauzi ditanya sementara Khalifah mendengarkannya, “Siapakah manusia yang paling utama setelah Rasulullah SAW?” ia menjawab, “Manusia yang paling utama setelah Rasulullah SAW adalah barangsiapa yang menyayangi anak perempuannya.”

Syamsuddin Al Jazari menukil sebuah riwayat dan dituliskan di dalam tarikhnya, bapaknya berkata, “Aku mendengar seorang menteri yang bernama Ibnu Al Qami berkata, ‘Sesungguhnya air yang diminum oleh khalifah An-Nashir didatangkan dengan binatang tunggangan dari atas Baghdad yang berjarak tujuh farsakh, kemudian dimasak hingga tujuh kali, lalu di simpan ke dalam suatu wadah selama seminggu, setelah itu barulah khalifah meminumnya, ia tidak dapat meninggal hingga diminumkan obat tidur sampai tiga kali dan hal itu membuat kemaluannya pecah, kemudian dikeluarkan darinya batu kerikil.

Ibnu Al Atsir berkata, “An-Nashir mengalami lumpuh total selama tiga tahun, salah satu matanya pun mengalami kebutaan, kemudian pada akhirnya ia terkena penyakit desentri selama dua puluh hari, dan ia pun wafat.”

Pada awal tahun 585 H, Pengepungan terdahsyat dan belum pernah terjadi sebelumnya digencarkan terhadap Akka,223 sebelumnya khalifah telah menaklukkan Akka dan menempatkan kaum muslim di sana, lalu bangsa Eropa menyerang kota tersebut dari darat maupun laut, dari segala penjuru untuk mengepung Akka, Shalahuddin dengan sigap menuju Akka untuk melawan pengepungan bangsa Eropa, tetapi mereka tidak bergeming dan pelawanan Shalahuddin bagi mereka bukanlah suatu ancaman yang berarti. Mereka bahkan membangun pagar dan parit di dekat barak-barak yang mereka dirikan, banyak pasukan yang terbunuh. 

Pertempuran, perlawanan, peperangan semakin berkecamuk selama lebih dari dua puluh bulan, para musuh meminta bantuan pengiriman pasukan melalui laut, Shalahuddin pun meminta pertolongan kepada khalifah dan kepada selainnya, sampai-sampai ia mengutus seorang utusan untuk meminta bantuan pasukan kepada pemimpin Maghrib Ya’qub Al Mu‘mini, namun hal tersebut sia-sia belaka, cobaan yang terbesar bagi umat Nashrani adalah hilangnya baitul maqdis dari mereka.

Ibnu Al Atsir berkata, “Para pastur mengenakan pakaian hitam tanda berduka atas hilangnya Al Quds dari mereka, sang komandan pun memerintahkan mereka melintasi lautan untuk memerangi pasukan musuh, Nabi SAW telah menggambarkan sifat-sifat mereka, keadaan seperti ini dilalui oleh kaum Nashrani dengan penuh kesukaran melintasi daratan serta lautan, kalaulah bukan karena anugerah Allah mengalahkan raja Alman, maka niscaya akan dikatakan, “Sesungguhnya Syam dan Mesir adalah milik kaum muslimin.”
Aku katakan, “Pada waktu itu musuh berkekuatan sebanyak lebih dari 200 ribu pasukan, tetapi mereka semua mati kelaparan dan terkena wabah penyakit, hewan tunggangan milik mereka pun mati semua, sementara bumi yang mereka singgahi kering dan tandus.”

Dari kumpulan sajak karangan Al Fadhil yang menceritakan keadaan mereka di Akka adalah sebagai berikut, “Air laut pasang menerpa mereka, padahal perahu-perahu yang mereka naiki lebih banyak daripada ombak yang ada di sana, sehingga terasa bagi kami kepahitan yang berasal dari rasa asin yang sangat, para sahabat kami telah terpengaruh dikarenakan masa yang panjang oleh kemampuan mereka, bukan oleh ketaatan mereka, juga dikarenakan keadaan mereka bukan karena keberanian mereka, maka kita katakan, ‘Ya Allah andai saja engkau hancurkan golongan ini, dan kita sangat mengharapkan bantuan dari Amirul Mukminin sebagai jawaban, pendeta-pendeta mereka –semoga Allah melaknat mereka semua- telah mengharamkan atas mereka segala apa yang telah Allah SWT halalkan, juga mengeluarkan harta-harta simpanan mereka, para pendeta pun menutup pintu-pintu gereja untuk mereka, kemudian mereka memakai pakaian hitam-hitam sebagai tanda belasungkawa, dan memerintahkan agar mereka tidak mendekati kuburan, wahai umat Nabi Muhammad SAW, tentang dan lawanlah mereka! Dan perjuangkan hak-hak atas kami! Kami bagimu adalah ibarat simpanan, andai saja suatu kelaliman pendapat suatu pengesahan, maka seorang pelayan akan berkata, ‘Tiada gunanya lagi air mata dan sakit hati,’ tetapi ia selalu sabar dan mempunyai perhitungan, karena ia yakin kemenangan akan datang, Ya rabb, aku tidak memiliki sesuatu apapun kecuali jiwaku ini, maka hanya kepadamulah jiwaku kubaktikan, saudaraku melakukan suatu hijrah yang kita harapkan diterima (di sisi-Nya), dan segenap kemampuan ku kerahkan untuk menatap air muka musuh (berhadapan dengan musuh), hanya Allah SWT yang mengatur segala persoalan, sebelum maupun sesudahnya.”

Dari sajaknya pula, “Islam sedang diuji dengan suatu kaum yang memandang kematian adalah pilihan terbaik, mereka rela meninggalkan keluarga demi menaati perintah pendeta mereka, dan bersemangat memakmurkan rumah-rumah ibadah mereka, serta mereka sangat mengharapkan gereja Qumamah,224 sampai-sampai mereka mau ikut berperang bersama ratu mereka dan juga bersama 500 pasukannya, padahal ratu mereka mewajibkan pajak atas mereka, disebabkan hal itulah kaum muslim berhasil merebut beberapa orang dari mereka ketika mereka sampai di Iskandariah, para pemimpin agama mereka dan para pendeta dikawal oleh para pasukan bertopeng dan berbaju besi, di antara mereka terdapat beberapa orang yang memutuskan untuk berperang, sebaliknya paus Romawi menitahkan bahwa barangsiapa yang tidak berangkat menuju Al Quds maka ia telah keluar dari agama Nashrani, juga ia tidak akan dinikahkan dan diberi makan, oleh sebab itu sebagian mereka memisahkan dari sebagian yang lain, Paus berkata, ‘Aku telah sampai pada musim semi untuk mengusir semua yang tidak berhak berada di Al Quds, jika dari mereka ada yang menentang, maka perangilah ia,’ dan Paus mau menerima bagi siapa saja yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai anak.”

Pada tahun 587 Hijriyyah, ancaman musuh terhadap Akka semakin gencar bala bantuan musuh pun terus berdatangan, raja Inggris225 pun telah sampai di Akka, sebelumnya ia melewati Qabrash Dan mengkhianati pemimpin kota tersebut, kemudian ia menguasai penuh kota tersebut, setelah itu ia pun beranjak ke Akka dengan disertai 25 unit pasukan, ia adalah seorang yang penuh tipu muslihat, licik dan pemberani, sementara itu, umat muslim semakin melemah kekuatannya, maka mereka pun semakin risau dan gelisah, raja mengutus seorang utusan, utusan itu berkata, ‘Keluarlah dari negeri kalian semuanya! Pergilah kalian melintasi laut, aku akan mengikuti dari belakang kalian untuk mengontrol kalian,’ tetapi mereka tidak mematuhi perintah utusan tersebut, kemudian berangkatlah pemimpin Akka Ibnu Al Masythub kepada raja Eropa untuk meminta perlindungan, tetapi permintaannya ditolak, raja Eropa berkata kepadanya, ‘Kami tidak akan menyelamatkan Akka, sampai kami membunuh semua penduduknya,’ lalu pemimpin Akka pun kembali dengan tangan hampa, pasukan musuh merasuk ke  dalam Akka, mereka semakin dekat untuk merampasnya, kaum muslim meminta agar Akka diselamatkan beserta 200 ribu Dinar, juga 500 tawanan, dan bendera Shalbut, permintaan mereka pun dikabulkan, kemudian pasukan Eropa beranjak menuju Asqalan, kejadian tersebut berlangsung pada siang hari, sementara tanpa diduga, datanglah Shalahuddin untuk membantu kaum muslim, Shalahuddin berangkat menuju Asqalan dan ia berhasil membebaskannya, Shalahuddin memerintahkan untuk menghancurkannya, juga ia memerintahkan untuk menghancurkan Ar-Ramlah dan Ludda, sementara bangsa Eropa memerintahkan untuk membangun Yafa, mereka meminta gencatan senjata, tetapi masih saja terjadi pertempuran-pertempuran kecil, para musuh yang disertai raja beranjak menuju Bait Al Maqdis, mereka berlebih-lebihan dalam membentenginya.

Pada tahun 591 Hijriyyah, terjadilah pembantaian besar-besaran di Andalusia, peperangan ini disebut dengan perang Az-Zallaqah antara Ya’qub dan Al Funusy yang meguasai Andalusia, Ya’kub menghadapi musuhnya yang berkekuatan 200 ribu pasukan, sedangkan Ya’kub berkekuatan seratus ribu prajurit perempuan upahan dan seratus ribu prajurit sukarela. Kaum muslim mengarungi lautan untuk menuju Andalusia dan mereka meraih kemenangan, tetapi yang tersisa hanyalah segelintir pasukan.

Abu Syamah berkata, “Jumlah yang terbunuh adalah 146.000 orang, yang tertawan 30.000 orang, kemah yang terampas sebanyak 150.000, kuda sebanyak 80.000 ekor, bighal sebanyak 100.000 ekor, keledai yang membawa muatan sebanyak 400.000, tawanan dihargai sebesar satu dirham per kepala, sedangkan kuda dihargai lima dirham per ekor, raja membagi-bagikan ghanimah sesuai dengan syariat, maka mereka pun menjadi kaya.”

Tahun 606 Hijriyyah adalah tahun dimana pertama kali bangsa Tatar terdengar, mereka berasal dari pedalaman China, di balik negeri yang bernama Turkistan, mereka menyerbu Al Khatha berkali-kali, kemudian mereka pun semakin puat dengan kekalahan yang dialami Kharizm Syah dari Al Khatha, pemimpin bangsa Tatar adalah Kasyalu Khan.

Di dalam kubu Tatar terdapat pemberontak yang bernama Jenghis Khan, suatu ketika mereka berperang, dan Jenghis Khan meraih kemenangan, ia bertindak sewenang-wenang, sombong, congkak, membantai seluruh pelosok negeri beserta penghuninya, merampas daerah Al Khatha, Jenghis Khan menjadikan Baliq, sebagai istananya, ia terus melakukan pemusnahan dan pembantaian, ia membumihanguskan penduduk Turki, seberang  sungai, dan Khurasan, ia mengalahkan setiap pasukan yang menghalanginya.

Al Baghdadi sangat terperinci dalam mendeskripsikan  bangsa Tatar, ia berkata, “Kalau berbicara tentang bangsa Tatar seakan tidak ada habisnya, pembahasan mengenainya menyita segenap perhatian, seakan-akan kita telah melupakan sejarah selain bangsa Tatar, bangsa Tatar merupakan bencana bagi seluruh jagad raya, bahasa bangsa ini adalah campuran antara bahasa India dengan bahasa sekitarnya, mempunyai karakter yang tidak terlupakan, juga mempunyai sifat lapang dada, hampir tidak memiliki kelemahan, bermata sipit, berkulit hitam, gerakannya sangat cepat, sedikit sekali mata-mata yang bisa mengintai pergerakan mereka, karena orang selain kelompok mereka tidak dapat menyerupai bangsa ini, jika mereka ingin menuju ke suatu tempat, mereka merahasiakan tujuan tersebut, dan mereka dengan sigap beranjak kepada tujuan yang mereka tentukan. Maka dengan begini, pergerakan mereka tidak dapat diduga, tidak ada tempat berlari bagi sasaran yang mereka incar.

Tidak ketinggalan, wanita-wanita bangsa Tatar pun ikut berperang, mereka membunuh wanita dan anak-anak tanpa terkecuali, terkadang mereka tidak membunuh bagi siapa yang mempunyai keahlian dan kekuatan. Senjata yang sering mereka pergunakan adalah panah, tetapi mereka menebas dengan menggunakan pedang lebih banyak daripada panah, kuda-kuda mereka memakan rumput, daun dan batang pohon, pelana yang terdapat di atas kuda mereka pun kecil, tiada harganya, makanan mereka setiap hewan yang mereka temui, mereka memakannya dengan membakar terlebih dahulu. Mereka membunuh tanpa pandang bulu, tujuan mereka hanyalah membantai sebuah golongan/umat, tiada yang selamat dari terkeman Tatar kecuali Ghaznah (sebuah kota di barat daya Kabul)  dan Ashbahan.”

Aku katakan, “Ashbahan ditaklukkan oleh Tatar pada tahun 632 H.”

Pada tahun 617 H, pecahlah perang Barallus, antara Al Kamil dan bangsa Eropa, Allah SWT memenangkan kaum muslim, sebanyak 10.000 orang dari bangsa Eropa terbunuh, bangsa Eropa mengalami kekalahan, mereka berkumpul di Dumyath.

Sementara itu bangsa Tatar berhasil menaklukkan Bukhara dan Samarqand, mereka juga menaklukkan Jihun. Ibnu Al Atsir berkata, “Jika dikatakan bahwa alam, dari sejak pertama kali diciptakannya belum pernah mengalami bencana hingga datanglah bangsa Tatar,” maka pernyataan ini merupakan pernyataan yang mengandung kebenaran, karena sejarah tak pernah mencatat bencana seperti bangsa Tatar atau yang menyerupainya sekalipun! Sebuah bangsa yang keluar dari pedalaman China, tujuan mereka adalah Turkistan, kemudian beranjak ke Bukhara dan Samarqand, kemudian mereka menaklukkannya, lalu sebagian dari mereka menyeberangi lautan untuk menuju ke Khurasan, di sana mereka mengadakan pemusnahan massal, penghancuran, pembunuhan, sampai ke daerah Rayy dan Hamadzan, tidak sampai di sana, mereka kemudian menuju Adzerbeijan dan sekitarnya, mereka membumihanguskan semua daerah dalam kurun waktu kurang dari setahun! Suatu tragedi yang belum pernah kita alami sebelumnya, mereka kembali beranjak, kali ini menuju Darband Syarwin Lalu menaklukkan kotanya, setelah itu mereka menyebrang menuju negeri Lan dan Likz Untuk membunuh dan menawan, kemudian berangkat menuju ke negeri Qafjaq, mereka membunuh siapa saja yang mereka lihat, maka yang tersisa pun melarikan diri ke atas gunung, bangsa Tatarpun menguasai negeri yang mereka tinggalkan, bangsa Tatar membagi barisan mereka menjadi beberapa kelompok, berangkatlah kelompok yang lain untuk menaklukkan ke Ghaznah, Sijistan, dan Kirman, di sana mereka melakukan hal yang sama, yaitu membunuh dan menawan, bahkan di daerah ini mereka lebih sadis dalam membunuh. Alexander tidak secepat bangsa Tatar dalam menguasai dunia, dalam kurun waktu 10 tahun ia menguasai dunia tetapi ia tidak membunuh seorangpun dalam meraih kekuasaan.

Ada riwayat yang mengatakan, “Kuda mereka tidak memakan gandum, tetapi mereka menggali lubang dan memakan akar tanaman yang terdapat di dalam lubang tersebut, bangsa Tatar adalah bangsa yang menyembah matahari, tidak ada istilah haram dalam kamus mereka, mereka memakan segala jenis hewan, mereka juga tidak mengenal pernikahan, dan mereka termasuk dari ras Turki.

Khalifah An-Nashir mengumpulkan para pasukannya, lalu para utusan dari segala penjuru mendatangi An-Nashir dengan segera, datanglah utusan dari bangsa Tatar kepada An-Nashir, para pasukan mengerumuninya, sampai utusan tersebut ketakutan, maka utusan bangsa Tatar pun kembali untuk mengabarkan kepada pemimpinnya.

Aku berkata, “Pasukan Mesir dan Syam sangat kesulitan dalam menghadapi bangsa Eropa di Dumyath.”
Pada tahun 622 Hijriyyah, khalifah An-Nashir wafat dan digantikan oleh anaknya Azh-Zhahir Abu Nashr Muhammad, ketika itu ia berusia lebih dari tiga puluh tahun, kekuasaan An-Nashir berdiri berdiri selama 47 tahun.

sumber: an-nubala

Ibnu Asakir


Ia adalah Fakhruddin Abu Manshur Abdurrahman bin Muhammad bin Al Hasan, seorang syaikh, imam, ulama yang menjadi panutan, seorang mufti dan guru besar madzhab Syafi’i, ia berasal dari Damaskus.

Ia dilahirkan pada tahun 550 H.

Orang-orang tidak merasa bosan melihat kepadanya karena ia menyambut setiap orang dengan sambutan yang hangat, dengan wajah yang berseri-seri, dengan kelembutan serta kesahajaannya dalam berpakaian, lisannya tak pernah berhenti berdzikir, ia sering menyampaikan hadits dari atas An-Nasr.221

Abu Syamah berkata, “Aku banyak belajar darinya berbagai permasalahan, Raja memintanya untuk memegang jabatan sebagai hakim, tetapi Ibnu Asakir menolaknya, raja terus memintanya sampai malam-malam raja mendatanginya untuk membujuknya agar mau menjadi hakim, raja pun tidak kehabisan akal, ia menghidangkan berbagai macam makanan, tetapi Ibnu Asakir tetap menolaknya, rajapun semakin mendesaknya, maka Ibnu Asakir berkata kepada raja, ‘Aku telah ber-istikharah, dan Allah memberitahukanku siapa yang cocok untuk memegang jabatan sebagai hakim.” Kemudian ia kembali ke rumahnya yan kecil yang terletak di mihrab salah seorang sahabat, ia memang lebih banyak menghabisi waktu siangnya di dalam rumah, ketika fajar menyingsing, raja kembali mendatanginya tetapi ia tetap bersikeras pada penolakannya, namun ia menunjukkan kepada raja orang yang pantas dijadikan sebagai hakim, ia adalah Ibnu Harastani, dan raja pun mengangkatnya sebagai hakim.


Abu Syamah berkata pula, “Ibnu Asakir enggan untuk melalui sekumpulan pengikut Hanabilah agar tidak terjadi konflik di antara mereka, karena kaum awam dari madzhab Hanabilah sangat membenci Bani Asakir karena ke-Asy’ariyahan mereka, raja belum dapat mempercayakannya untuk mengajar karena Ibnu Asakir mengecam pelegalan minuman keras dan pemungutan pajak.”

Ia wafat pada tahun 620 H. Hanya sedikit yang tidak mengiringi jenazahnya.

Abu Syamah kembali berkata, “Pada suatu siang Ibnu Asakir shalat Zhuhur, kemudian ia bertasyahud dan duduk sambil menunggu waktu Ashar tiba, lalu ia berwudhu dan mengucapkan, 

“Aku rela Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, Muhammad sebagai Nabiku, semoga Allah menyampaikan hujjahku dan memaafkan kesalahanku, serta merahmati keterasinganku.”   

Setelah mengucapkan doa tersebut, tiba-tiba ia berkata, ‘Wa alaikum salam’, maka tahulah kami bahwa ia telah dijemput malaikat maut, dan ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Yunus bin Yusuf


Ia adalah Ibnu Musa’id Asy-Syaibani Al Mukhariqi Al Jazari, seorang yang zuhud, salah satu ulama terkemuka, guru besar kelompok Yunusiyyah.

Yunus bin Yusuf mempunyai ilmu menerawang, ia pun memiliki sajak dan syair, tetapi seakan-akan sebagian adalah suatu kebohongan, Allah SWT lebih mengetahui kebenarannya, seyogianya seorang muslim tidak tertipu dengan ucapan orang yang dapat menerawang ataupun perkataan orang yang mengetahui hal-hal ghaib, Ibnu Shaid dan rekan-rekannya sesama peramal mereka mengaku mempunyai berbagai kelebihan, mereka sesungguhnya adalah pendeta yang rela menderita kelaparan dan keterasingan tanpa ada dasar dan tauhid. Dengan penderitaan yang mereka lakukan mereka berkeyakinan bisa memiliki kemampuan menerawang dan mengetahui hal-hal ghaib, marilah kita meminta kepada Allah agar mempunyai keimanan orang-orang yang bertakwa, dan orang-orang yang ikhlas dalam beribadah, banyak dari syaikh-syaikh yang kita ragukan cara beribadah mereka, hanya kepada Allah lah kita memohon pertolongan.

Syaikh Yunus wafat pada tahun 619 H.

Sumber: an-Nubala

Ibnu Qudamah


Ia adalah Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al Maqdisi Al Jamma’ili Ad-Dimasyqi Ash-Shalihi Al Hanbali, seorang syaikh, imam yang menjadi panutan, seorang ulama dan mujtahid, juga seorang syaikh Islam pembina umat, ia adalah penulis kitab Al Mughni.

Dia dilahirkan di Jamma’il -suatu daerah di Nablus- pada tahun 541 H.

Ibnu Qudamah berhijrah bersama sanak famili dan keluarganya, pada usianya menginjak 10 tahun, ia telah hafal Al Qur‘an, ia pun seorang yang giat bekerja semenjak kecilnya, ia mempunyai tulisan yang sangat indah, dan ia juga merupakan ’lautan’ ilmu, serta ulama yang paling cerdas pada zamannya.

Ia adalah seorang ulama Syam, ia membaca Al Qur‘an dengan qira‘at (bacaan) Nafi’ dan Abu Amru.


Ibnu An-Najjar berkata, “Ibnu Qudamah adalah seorang imam di masjid Damaskus yang bermadzhab Hanbali, ia selalu istiqamah memegang ajaran salaf, wajahnya selalu bercahaya dan penuh kharisma, ia mengesankan bagi siapa saja yang melihatnya, padahal ia belum mengeluarkan sepatah kata pun.” 

Adh-Dhiya‘ berkata, “Ibnu Qudamah adalah seorang ulama tafsir, hadits dan segala permasalahannya, juga seorang ahli fikih, bahkan satu-satunya pakar fikih pada masanya, seorang ulama dalam ilmu berdebat, satu-satunya pakar faraidh di masanya, seorang ulama ushul fikih, nahwu, hisab, dan perbintangan.

Adh-Dhiya melanjutkan perkataannya, “Ibnu Qudamah tidak mendebat seseorang melainkan sambil tersenyum kepadanya.”

Aku katakan, “Yang kita ketahui adalah Ibnu Qudamah tidak mendebat seseorang kecuali dengan rukun dan damai.”

Ibnu Qudamah berdiam sejenak setelah shalat Jum’at untuk mengadakan diskusi, para ahli fikih pun berkumpul dalam diskusi yang diadakannya. Majelis ta’lim yang diadakannya terkadang dari sebelum Zhuhur sampai setelah Zhuhur lewat sedikit, dilanjutkan dari ba’da Zhuhur sampai Maghrib, para jama’ahnya tidak merasa bosan sedikitpun, mereka dengan setia mendengarkan penjelasan dan pelajaran Ibnu Qudamah, terkadang ia menyampaikan pelajaran nahwu, ia melihat dengan penuh kecintaan kepada hampir seluruh  jama’ah yang menghadiri majelisnya, sampai Adh-Dhiya berkata. ‘Aku melihat Ibnu Qudamah tidak pernah menyakiti hati para jama’ahnya sedikitpun, ia memiliki hamba sahaya perempuan yang sering menyakitinya karena akhlaknya, tetapi ia tidak memarahinya, anak-anaknya pun saling bertengkar satu sama lain, dan ia pun membiarkan mereka. 

Aku mendengar Al Baha menyifatinya dengan seorang yang pemberani, Al Baha berkata, ‘Ibnu Qudamah menghadapi musuh sendirian, tangannya terkena sayatan pedang, tetapi ia masih memanah musuhnya dengan tangannya yang terluka.’

Adh-Dhiya berkata, “Ibnu Qudamah jika sudah shalat selalu melaksanakannya dengan kekhusyuan, ia selalu melaksanakan shalat sunah fajar dan Isya`ain (Maghrib dan Isya) di dalam rumahnya, ia shalat antara maghrib dan Isya empat raka’at shalat sunah dengan membaca surah As-Sajadah, Yasin, Ad-Dukhan, dan surah Tabarak, Ibnu Qudamah hampir tidak pernah membiarkan waktu luang antara Maghrib dan Isya, ketika shalat ia mengeraskan bacaannya, memang ia memiliki suara yang merdu.”

Aku mendengar Al Hafizh Al Yunini berkata, “Ketika aku mendengar pendapat pengikut Hanbali tentang Tasybih,218 maka aku berniat menanyakan permasalahan tersebut kepada Ibnu Qudamah, sampai beberapa bulan lamanya barulah tercapai keinginanku untuk bertanya kepada Ibnu Qudamah, ketika aku sedang mendaki gunung bersamanya dan singgah di rumah milik Ibnu Muharib, Ibnu Qudamah menjawab pertanyaanku seraya berkata, ‘At-Tasybih itu mustahil,’ aku bertanya lagi kepadanya, ‘Alasan Anda?’ ia pun menjawab, ‘Karena salah satu syarat dari Tasybih adalah kita harus melihat suatu objek yang kita serupakan tersebut, barulah kita dapat menyerupakannya dengan yang lain. Siapakah yang pernah melihat Allah SWT kemudian menyerupakannya kepada kita’?”

Adh-Dhiya‘ banyak menyebutkan kisah dan hikayat tentang karomah Ibnu Qudamah.

Abu Syamah berkata, “Ibnu Qudamah adalah seorang imam dan ulama dalam ilmu dan amal, ia banyak menulis buku, tetapi pendapatnya dalam akidah hanya terbatas melalui metode madzhabnya saja.”

Aku katakan, “Abu Syamah dan orang-orang sepertinya takjub dan kagum dengan kelimuan Ibnu Qudamah, demikianlah satu golongan takjub dengan golongan yang lain, hal tersebut bukanlah sesuatu yang mengherankan, maka marilah kita doakan agar setiap orang yang mengerahkan kemampuannya dalam mencari sesuatu yang haq agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT.

Ibnu Qudamah wafat pada tahun 620 Hijriyyah.

sumber: An-Nubala

Ibnu Rajih


Dia adalah Syihabuddin Abu Abdullah Muhammad bin Khalaf bin Rajih Al Maqdisi Al Jamma’ili Al Hanbali. Seorang syaikh, imam, ulama, ahli fikih, dan juga seorang ahli debat (diskusi).

Dia dilahirkan –menurut perkiraan- pada tahun 550 H.

Al Hafizh Adh-Dhiya berkata, “Ibnu Rajih merupakan satu-satunya orang yang memiliki keahlian berdebat, ia sering mendebat musuh-musuhnya, ia juga mendebat para pengikut madzhab Hanafi, mereka pun merasa sakit hati akibat perbuatannya.”

Ia banyak melakukan kebaikan dan shalat, mempunyai hati yang bersih, aku melihat para pengikut Jamma’il sangat memuliakannya, mereka tidak meragukan kewalian dan karomah Ibnu Rajih.



Aku mendengar Imam Abdurrahman bin Muhammad bin Abdul Jabbar berkata, “Para penduduk Jamma’il bercerita kepadaku, di antara mereka adalah pamanku Umar bin Iwadh, ia berkata, ‘Pada suatu hari terjadi fitnah dalam kalangan Jamma’il, maka terjadilah konflik di antara kami, masing-masing dari kami menghunuskan pedangnya, sementara Ibnu Rajih sedang berada di tengah-tengah kami, maka iapun bersujud dan berdoa, pertempuran di antara kami tak bisa dielakkan, dan kami pun saling melukai dengan pedang satu sama lain, anehnya, tidak ada satu pun dari kami yang tergores maupun terluka,’ Umar melanjutkan perkataannya, ‘Aku melihat dengan jelas bahwa aku menusuk seseorang, tetapi aku sangat terkejut bahwa ia tidak terluka sama sekali, mereka berpendapat bahwa kejadian ini karena keberkahan doa Ibnu Rajih.’

Ibnu Rajih wafat pada tahun 618 H.

Sumber: An-Nubala

Al Malik Ar-Rahiim


Dia adalah sultan Badruddin Abu Al Fadhaa’il Lu’lu’ Al Armeni An-Nuuri Al Atabiki budak Sultan Nuruddin Arsalan Syah bin Sultan Izzuddin Mas’ud bin Maudud bin Zanki bin Aaqasqar sang penguasa Maushil.

Dia dahulunya adalah seorang budak yang paling disayangi oleh tuannya yaitu Nuruddin. Dia merupakan guru bagi keluarganya. Ketika Nuruddin meninggal dunia, dia diwarisi oleh anaknya yang bernama Al Qaahir. Pada saat kematian raja Al Adil sultan Al Qahir Izzuddin Mas’ud menyerahkan tampuk kekuasaan kepada putranya. Setelah itu dia meninggal dunia. Dalam keadaan yang demikian, Lu’lu’ mulai bangkit untuk mengatur pemerintahan. Sedangkan, sang sultan yang saat itu masih kecil bersama saudaranya hanyalah sebagai lambang saja. Dan, selanjutnya dia pun diangkat sebagai sultan pada tahun 630 H.


Sultan Lu’lu’ adalah sosok pahlawan yang pemberani, memiliki tekad kuat, berpengalaman, berjiwa pemimpin, sewenang-wenang dan zhalim. Namun, dia disayang oleh banyak rakyatnya. Dia, juga pemimpin yang dermawan, bertanggung jawab dan rupawan. Dia suka beramah-tamah serta bermuka manis terhadap Tatar dan para penguasa Islam lainnya. Dia sangat berwibawa dalam mengatur pemerintahan. Dia bahkan pernah melakukan pembunuhan atas beberapa pejabatnya dan keharusan membayar denda atas beberapa penguasa jazirah. Sebagian manusia pun berlebih- lebihan terhadapnya dan menganggapnya dengan “Si Pedang tajam yang terbuat dari emas.” Dia juga sangat memperhatikan para rakyatnya. Dia hidup di dunia sekitar 90 tahun. Dia, yang dianugerahi wajah kemerah-merahan dan postur tubuh yang menawan di sangka oleh sebagian orang yang melihatnya seperti orang masih berumur 30-50 tahun.

Dia pernah merayakan hari besar Sa’aanin yang merupakan salah satu dari sisa syiar penduduk setempat. Pada perayaan itu, dia persembahkan sebuah meja makan yang sangat besar. Dia mendatangkan para penyanyi dan menyediakan cawan-cawan yang berisi minuman keras. Dia bersenang-senang dan menghamburkan banyak keping emas yang selanjutnya diperebutkan oleh para hadirin yang ada. Perayaan ini, mengakibatkan dia dibenci oleh rakyatnya karena di dalamnya terkandung unsur penghidupan kembali syi’ar nasrani. Dikatakan, “Dia suka mengagungkan hari besar nasrani, dia bahkan beranggapan bahwa Isa bin Maryam adalah tuhan. Ketika engkau ingatkan dia akan kebesaran Arihiyyah. Maka, Armaniyah pun berkata, tidurlah untuk sebuah keagungan”

Dikatakan bahwa dia bertindak sesuai intruksi Hulagho, bersahabat dengannya serta mempersembahkan barang-barang berharga kepadanya. Di antara barang- berharga itu adalah sebuah perhiasan yang sangat indah. Anehnya, ketika Hulagho memintanya untuk menaruhnya di telinga Hulagho, dia menurut saja. Dia mulai melubangi telinga itu dan memasukkan anting-anting di telinganya. Setelah itu, dia pulang ke negaranya sebagai bawahan Hulagho dan wajib membayar upeti untuknya. Begitulah, akhirnya dia meninggal dunia di Maushil pada tahun 657 H.

Sepeninggalnya pemerintahan dipegang oleh putranya Ash-Shalih Ismail yang saat itu mempersunting putri Hulagho. Suatu ketika, Ash-Shalih membuat istrinya marah. Dan, hal ini menyebabkan Tatar datang ke Maushil dan melakukan pengepungan selama 10 bulan. Maka, istrinya diambil kembali oleh Tatar. Kemudian, Ash-Shalih pun menjemputnya di bangsa Tatar. Namun, ternyata mereka menghianatinya. Tatar pun mulai membumihanguskan Maushil.

Ibnu Al Abbaar


Dia bernama Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Abu Bakar Al Qudhaa’I Al Andalusi Al Balansi, nama panggilannya Al Abbaar atau Ibnu Al Abbaar. Dia merupakan seorang imam, alim, pandai berpidato, penghafal Al Qur’an, bagus bacaan Al Qur’anya dan kebanggaan para ulama.

Dia lahir pada tahun 595 H.

Abu Ja’far bin Az-Zubair berkata, “Dia merupakan ahli hadits yang cakap, pengumpul banyak hadits, teliti, mumpuni, penulis banyak hadits, pandai berpidato, ahli sastra serta hafal Al Qur’an.” 

Aku katakan, “Dia merupakan sosok yang mengetahui banyak tentang tokoh-tokoh di masanya. Ahli sejarah, memiliki perjalanan hidup yang tersanjung. Fashih lidahnya, terhormat jalan hidupnya, sangat menjunjung sopan santun dan merupakan salah satu dari orang yang memiliki makna yang dalam di setiap tulisannya. Dia juga mempunyai banyak karangan, di antaranya adalah Takmilah Ash-Shilah yang terdiri dari 3 jilid dan aku memilih di antaranya yang berkualitas.”


Ketika di Andalus terjadi penjajahan oleh tentara Nashrani, dia hijrah dari sana. Dan, tinggal di Tunisia untuk beberapa waktu. Aku mendengar, bahwa sebagian musuh-musuhnya menghasud penguasa Tunis untuk mencelakainya. mereka mengatakan bahwa Ibnu Al Anbaar bekerja sebagai sejarawan, pandai mengambil hati manusia serta para penguasa. Hal ini, mengakibatkan sang penguasa tersinggung dan akhirnya menangkap Al Anbar. Al Anbar, ketika merasa sudah dekat dengan ajalnya, dia berkata kepada putranya, “Ambil kudamu dan pergilah ke mana saja kamu suka. Maka, ketika dia di hadapkan kepada penguasa Tunisia. Sang penguasa pun seketika itu juga menyuruh  untuk membunuhnya. –kami berlindung dari keburukan  setiap orang yang berhati jahat-.

Salah satu karya beliau adalah Al Arba’uun yang berarti empat puluh. Buku ini, dia kumpulkan dari 40 guru, dari 40 buku yang merupakan karya 40 ulama, dari 40 rawi dari 40 Tabi’in dari 40 Sahabat yang masing- masing dari mereka mempunyai 40 nama julukan dan berasal dari 40 Qabilah serta buku ini juga terdiri dari 40 bab.

Aku juga mendapati 1 juz buku yang pernah dia tulis. Buku ini dia beri nama Durar As-Simthi fi khoiri As- Sibthi Alaihi As-Sallam. Khoiru As-Sibthi yang dimaksud adalah Al Husain. Penulis secara terang-terangan menulis hal baru di belakang yang punya nama ini, yaitu kata Alahi As-Salam. Sebagaimana dia juga menyebutkan Ali RA. sebagai orang yang menerima wasiat kekhalifahan dari nabi. Namun, dia malah mendapatkannya dari Mu’awiyyah. Hal ini secara jelas menunjukkan akan kesyiahannya. 

Dia meninggal dunia pada tahun 658 Hijriyyah di Tunisia.

Al Mursi


Sosok yang mempunyai nama lengkap Dzu An-Nun Syarafuddin Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad As-Sulami Al Mursi Al Andalusi ini, adalah seorang imam yang alim dan cakap, tauladan umat, ahli tafsir, ahli hadits juga ahli tata bahasa.

Dia lahir di Mursiyah pada sekitar permulaan tahun 570 H.

Dia menulis, membaca dan mengumpulkan dari kitab- kitab yang bermutu. Meskipun telah dibacakan kepadanya. Namun, dia tetap menjual barang miliknya hanya demi harga sebuah kitab. Dia rajin memperdalam ilmu agama, cerdas akalnya serta kuat agamanya.  

Ibnu An-Najjar berkata, “Dia adalah sosok yang zuhud, wara’, banyak ibadahnya, sederhana kehidupannya, terjaga kesuciannya, tidak banyak bergaul, disiplin, tinggi budi pekertinya, mulia dan penyayang. Sungguh.. Aku tidak pernah melihat manusia sesempurna dia.”

Dia pernah menyenandungkan syair kepadaku:

“Barangsiapa yang mengharapkan selamat, tiada lain hanya dengan mengikuti Rasulullah
 Ini adalah satu-satunya jalan yang lurus. sedangkan, yang lain adalah sesat dan tertolak”
 Ikutilah Al Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Niscaya kamu akan mendapatkan petunjuk
 Janganlah pernah bertanya kenapa dan bagaimana. Karena, itu hanya akan membutakan
 Agama adalah yang dibawa Rasul, Sahabat, Tabiin dan mereka yang istiqamah di jalannya”
Abu Syamah berkata, “Al Mursi adalah sosok yang suka seni, teliti, sering melaksanakan haji, sederhana kepribadiannya, menulis banyak buku serta diterima kehadiranya di pemerintahan.”
Yaqut berkata, “Al Mursi adalah salah satu  sastrawan di masaku. Dia mampu menguraikan kitab Al Mufashshal karya Az-Zamakhsyari. Dia bahkan sempat ta’jub dengan 70 bagian dari buku itu.”
Dia berkata,

“Aku katakan kepadamu tentang luapan cinta yang terpendam di hati ini, tidakkah ekor matamu itu sudi untuk memenuhi panggilanku.
Mata ini pun buta karena sakit yang disebabkan oleh kelopak mata yang kau miliki. dan, esok hari sakitku ini pun bertambah karena sakit yang menimpamu.”
Aku katakan, “Dia mempunyai bait-bait yang sangat dalam artinya sebagaimana di atas. Sungguh, dia adalah lautan ilmu pengetahuan.”

Aku pernah membaca catatan Al Kindi, bahwa kitab- kitab Al Mursi saat itu disimpan di Damaskus. Dan, Sultan menyuruh menjualnya. Akhirnya, Mereka pun setiap hari selasa harus memikul kitab-kitab ini ke Dar As-Sa’adah. Para ulama banyak yang hadir untuk ikut membelinya. Kitab-kitab itu pun akhirnya terjual setelah kurang lebih satu tahun lamanya. Di antara kitab-kitab itu terdapat beberapa di antaranya kitab yang sangat tinggi nilainya. Bahkan, terdapat pula tafsir yang saat itu belum diselesaikan oleh penulisnya. Pada akhirnya, Kitab-kitab ini mampu terjual dengan harga yang sangat mahal.
Al Mursi meninggal dunia pada tahun 655 H di Arisy (Mesir) ketika sedang menuju ke Damaskus.

Al Qummaini


Dia adalah Syaikh yang mempunyai nama lengkap Yusuf Al Qummaini, dia lahir di Damaskus. Sebagian orang mempunyai keyakinan lebih tentangnya. Hal ini, di karenakan kemampuannya menyingkap hal-hal gaib sebagaimana yang dilakukan oleh para peramal. Dia suka tinggal di tempat-tempat sampah dan kotor yang merupakan tempat para syetan. Dia juga suka berjalan tanpa alas kaki, menyapu sampah-sampah yang berserakan, membersihkan pakaianya yang kotor dengan air kencingnya, berjalan dengan terhuyung-huyung, lengan bajunya panjang, kepalanya terbuka, suka bermain dengan anak-anak kecil, pendiam dan sedikit tersenyum, tinggal di pembuangan air kamar mandi milik Nuruddin, hatinya adalah teman dialognya, mendengarkan hatinya adalah nalurinya, perkataannya melenakan setiap hati orang yang mendengarnya. Dia adalah wali Allah SWT menurut para penggikutnya.

Aku sering sekali melihat orang yang sepertinya. Mereka yang hilang akalnya dan terbelakang mentalnya. Mereka menyukai hal-hal najis, tidak shalat, tidak puasa, suka bicara yang kotor-kotor. Namun, mereka memiliki kemampuan untuk menyingkap hal-hal yang gaib. Demi Allah, ini adalah mirip dengan yang dimiliki oleh para rahib dan para tukang sihir. Demikian juga, yang dialami para penderita epilepsi, pemakan ular. mereka berani masuk kedalam api. Sedangkan mereka adalah para pelaku perbuatan keji. Sekali lagi, demi Allah!! mereka adalah mirip dengan Musailamah dan Al Aswad yang juga mampu menyingkap hal-hal gaib.
Dia meninggal dunia pada tahun 657 H.

Ibnu Taimiyah


Dia bernama Majdu Ad-Din Abu Al Barakat Abdu As- Salam bin Abdullah bin Al Khadhir Al Harrani bin Taimiyah. Dia adalah seorang imam, ahli fikih dan merupakan syaikh madzhab Hanbali. 

Dia lahir pada tahun 509 H.

Dia adalah sosok yang cakap, jenius dan luas pemahamannya. Dia menulis banyak buku dan sastra, menguasai ilmu Qira’ah Sab’ah serta referensi bagi para ulama fikih.

Aku mendengar syaikh Taqiyuddin Abu Al Abbas berkata, “Syaikh Jamaluddin bin Malik berkata, Allah SWT memudahkan ilmu fikih bagi syaikh Majd ini sebagaimana Dia melunakkan besi bagi Nabi Daud AS. Syaikh melanjutkan, kakekku adalah sosok yang memiliki kecerdasan yang luar biasa.” 

Al Burhaan Al Maraghi menceritakan bahwa dia pernah bertemu dengan syaikh Al Majd. Kemudian, dia menanyakan satu masalah. syaikh menjawab, “Masalah itu dapat dijawab melalui 60 sudut pandang. Yang pertama begini, yang kedua begini dan begitu seterusnya sehingga sampai yang keenam puluh. Lalu dia berkata, aku memberimu kebebasan untuk berdiskusi atas jawaban-jawabanku tadi.” Maka Al Burhan pun akhirnya tertunduk dan menghormati syaikh.

Syaikh Taqiyuddin berkata, “Aku bangga dengan kakekku, dia mampu mengahafal teks-teks buku dan beberapa madzhab yang ada pada saat itu. Dia juga mampu menjabarkan semua itu tanpa mengalami kesulitan sedikitpun.”

Imam Abdullah bin Taimiyah menceritakan bahwa kakeknya tumbuh dalam keadaan yatim. Kemudian, dia pergi menyertai anak pamannya ke Irak. Saat itu, dia berumur 13 tahun dia menginap dan mendengar anak pamannya itu mengulang-ulang banyak masalah tentang perbedaan madzhab. kemudian, dia menghafal semua yang didengarnya itu. Suatu hari Al Fakhr Isma’il berkata, “Apa yang dimiliki oleh anak kecil sesperti ini?” Maka Al Majd kecil pun bergegas dan berkata “Syaikh, aku sudah hafal pelajaran ini.” Kemudian, dia mulai memperdengarkannya. Syaikh sendiri akhirnya tertunduk dan mengakui kecerdasannya. Dia berkata, “Sungguh anak kecil ini kelak menjadi pembaharu Islam.”

Dia tinggal di Baghdad selama 6 tahun hanya untuk  menuntut illmu. Kemudian, dia kembali lagi ke kampungnya. Setelah itu, Dia berangkat yang kedua kalinya ke Baghdad. Hal ini dilakukan sebelum tahun 620 H. Di kota ini dia menghabiskan waktunya untuk menambah ilmu dan menulis beberapa kitab. Pekerjaan ini dia lakukan atas dorongan takwa, mengikuti sunnah dan keagungan ilmu.
Dia meninggal dunia di Harraan pada tahun 652 H.